Komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki
kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini.
[1] Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antara orang-orang yang berbeda
budaya (baik dalam arti
ras,
etnik,
atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup
yang berkembang dan dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari
generasi ke generasi.
[1
Hamid Mowlana menyebutkan komunikasi antarbudaya sebagai
human flow across national boundaries.
Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana
bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama
lain.
[2]
Sedangkan Fred E. Jandt mengartikan komunikasi antarbudaya sebagai
interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
[3]
- Intercultural communication generally refers to face-to-face interaction among people of diverse culture.[3]
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa mengatakan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang
membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan
fungsinya sebagai kelompok.
[4] Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan:
- Dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan
antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui simbol)
yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna
tetapi dia dapat berarti ke dalam satu konteks dan makna-makna itu
dinegosiasikan atau diperjuangkan;[4]
- Melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung daripersetujuan
antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat
untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama;[4]
- Sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita;[4]
- Menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan
diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara.[4]
Hakikat Komunikasi Antarbudaya
Enkulturasi
Tarian adalah salah satu bentuk enkulturasi budaya yang ditransmisikan sejak kecil
Enkulturasi mengacu pada proses dengan mana
kultur (
budaya)
ditransmisikan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kita
mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur ditransmisikan melalui
proses belajar, bukan melalui
gen. Orang tua, kelompok, teman, sekolah, lembaga ke
agamaan, dan lembaga
pemerintahan merupakan guru-guru utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
[5]
Akulturasi mengacu pada proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain.
[5] Misalnya, bila sekelompok
imigran kemudian berdiam di
Amerika Serikat
(kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi oleh kultur
tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku, serta
kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur
kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut
berubah.
[5]
Fungsi-Fungsi Komunikasi Antarbudaya
Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi adalah fungsi-fungsi
komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
[4]
- Menyatakan Identitas Sosial[4]
Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas
sosial.
Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan ber
bahasa baik secara
verbal dan nonverbal. Dari perilaku berbahasa itulah dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal-usul
suku bangsa,
agama, maupun tingkat
pendidikan seseorang.
- Menyatakan Integrasi Sosial[4]
Inti konsep integrasi sosial adalah menerima kesatuan dan persatuan antar
pribadi, antar
kelompok
namun tetap mengakui perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh setiap
unsur. Perlu dipahami bahwa salah satu tujuan komunikasi adalah
memberikan
makna
yang sama atas pesan yang dibagi antara komunikator dan komunikan.
Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan budaya
antar komunikator dengan komunikan, maka integrasi sosial merupakan
tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses pertukaran pesan
komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana
kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan sebagaimana yang saya
kehendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan
integrasi sosial atas relasi mereka.
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan masing-masing.
- Melepaskan Diri atau Jalan Keluar[4]
Kadang-kadang kita berkomunikasi dengan orang lain untuk melepaskan
diri atau mencri jalan keluar atas masalah yang sedang kita hadapi.
Pilihan komunikasi seperti itu kita namakan komunikasi yang berfungsi
menciptakan hubungan yang komplementer dan hubungan yang
simetris.
Hubungan komplementer selalu dilakukan oleh dua pihak mempunyai perlaku yang berbeda.
[4] Perilaku seseorang berfungsi sebagai
stimulus perilaku komplementer dari yang lain. Dalam hubungan komplementer, perbedaan di antara dua pihak dimaksimumkan.
[4] Sebaliknya hubungan yang simetris dilakukan oleh dua orang yang saling bercermin pada perilaku lainnya.
[4] Perilaku satu orang tercermin pada perilaku yang lainnya.
[4]
Fungsi Sosial
Funsi sosial yang pertama adalah pengawasan. Praktek komunikasi
antarbudaya di antara komunikator dan komunikan yang berbada kebudayaan
berfungsi saling mengawasi. Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya
fungsi ini bermanfaat untuk meng
informasikan “perkembangan” tentang
lingkungan. Fungsi ini lebih banyak dilakukan oleh
media massa
yang menyebarlusakan secara rutin perkembangan peristiwa yang terjadi
disekitar kita meskipun peristiwa itu terjadi dalam sebuah konteks
kebudayaan yang berbeda.
Dalam proses komunikasi antarbudaya, maka fungsi komunikasi yang dilakukan antara dua orang yang berbeda budaya itu merupakan
jembatan
atas perbedaan di antara mereka. Fungsi menjembatani itu dapat
terkontrol melalui pesan-pesan yang mereka pertukarkan, keduanya saling
menjelaskan perbedaan tafsir atas sebuah pesan sehingga menghasilkan
makna yang sama. Fungsi ini dijalankan pula oleh pelbagai konteks
komunikasi termasuk
komunikasi massa.
Fungsi
sosialisasi merupakan fungsi untuk mengajarkan dan memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
Fungsi menghibur juga sering tampil dalam proses komunikasi antarbudaya. Misalnya menonton
tarian hula-hula dan “Hawaian” di taman kota yang terletak di depan
Honolulu Zaw,
Honolulu,
Hawai. Hiburan tersebut termasuk dalam kategori hiburan antarbudaya.
Prinsip-Prinsip Komunkasi Antarbudaya
- (( terdapatnya golongan ningrat sebagai budaya yang tertinggi))
hal ini terlihat dari adanya ketimpangan pemlihan calon gubernur yang mengharuskan dari keturunan darah biru.
Gagasan umum bahwa
bahasa memengaruhi pemikiran dan
perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis
linguistik. Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930-an, dirumuskan bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses
kognitif kita. Dan karena bahasa-bahasa di
dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik
semantik
dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan bahwa orang yang
menggunakan bahasa yang berbeda juga akan berbeda dalam cara mereka
memandang dan berpikir tentang dunia.
- Bahasa Sebagai Cermin Budaya[5]
Bahasa men
cerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya, makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam
isyarat-
isyarat
nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan, karenanya, makin
besar perbedaan komunikasi), makin sulit komunikasi dilakukan.Kesulitan
ini dapat mengakibatkan, misalnya, lebih banyak kesalahan komunikasi,
lebih banyak kesalahan kalimat, lebih besar kemungkinan salah paham,
makin banyak salah persepsi, dan makin banyak potong kompas (
bypassing).
- Mengurangi Ketidak-pastian[5]
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-pastian dam
ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi kita berusaha
mengurangi ketidak-pastian ini sehingga kita dapat lebih baik
menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain. Karena
letidak-pasrtian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan lebih
banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan untuk
berkomunikasi secara lebih bermakna.
- Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya[5]
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri (
mindfulness)
para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai konsekuensi positif
dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini barangkali membuat kita
lebih waspada. ini mencegah kita mengatakan hal-hal yang mungkin terasa
tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini membuat kita terlalu
berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.
- Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya[5]
Perbedaan antarbudaya terutama penting dalam
interaksi
awal dan secara berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika
hubungan menjadi lebih akrab. Walaupun kita selalu menghadapi
kemungkinan salah
persepsi dan salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam situasi komunikasi antarbudaya.
- Memaksimalkan Hasil Interaksi[5]
Dalam komunikasi antarbudaya – seperti dalam semua komunikasi – kita
berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi yang dibahas
oleh Sunnafrank (1989) mengisyaratkan implikasi yang penting bagi
komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi dengan
orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil positif. Karena
komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin menghindarinya. Dengan
demikian, misalnya anda akan memilih berbicara dengan rekan sekelas yang
banyak kemiripannya dengan anda ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila kita mendapatkan hasil yang positif, kita terus melibatkan diri dan meningkatkan komunikasi kita.
[5] Bila kita memperoleh hasil negatif, kita mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi.
[5]
Ketiga, kita mebuat prediksi tentang mana perilaku kita yang akan menghasilkan hasil positif.
[5]
dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya,
pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda
tunjukkan, dan sebagainya.
[5]
Anda kemudian melakukan apa yang menurut anda akan memberikan hasil
positif dan berusaha tidak melakkan apa yang menurut anda akan
memberikan hasil negatif.
[5]
Definisi yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dimana dinyatakan bahwa
komunikasi
antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan
(message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya
tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar &
Porter, 1994, p. 19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar
budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang
dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan
yang berbeda (2003, p. 13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi
antar budaya (intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi
antar budaya terjadi apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan
kedua budaya tersebut sedang melaksanakan proses komunikasi.
Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier
adalah segala sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya
komunikasi yang efektif
(Chaney & Martin, 2004, p. 11). Contoh dari hambatan komunikasi
antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat
anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan
di Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya
berarti bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai
komunikasi antar budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier)
semacam ini dapat kita lalui.
Jenis-Jenis Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi (communication barrier) dalam komunikasi antar
budaya (intercultural communication) mempunyai bentuk seperti sebuah
gunung es yang terbenam di dalam air. Dimana hambatan komunikasi yang
ada terbagi dua menjadi yang diatas air (above waterline) dan dibawah
air (below waterline). Faktor-faktor hambatan komunikasi antar budaya
yang berada dibawah air (below waterline) adalah faktor-faktor yang
membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam ini cukup
sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam ini
adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes),
filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan
(networks), nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Sedangkan terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi antar
budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi
semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini
banyak yang berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin, 2004, p. 11 – 12):
1. Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2. Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan juga perbedaan
sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3. Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang memiliki persepsi
yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk mengartikan sesuatu
setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
4. Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi dari pendengar,
maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin menerima
pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak
punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
5. Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena setiap individu
tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap individu
mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat
sesuatu.
6. Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari pendengar.
Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang
terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7. Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila pengirim pesan
(sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang berbeda
atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
8. Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak berbentuk
kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah
wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim
pesan (sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut
dapat menjadi penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan
akan merasa tidak maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada
penerima pesan.
9. Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang melakukan
kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon
selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus
maka penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan
melalui telepon selularnya secara maksimal.
Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai
suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan
aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Pada dasarnya, budaya
adalah suatu kode.
Terdapat empat dimensi krusial yang dapat untuk memperbandingkan budaya-budaya, yaitu:
- Jarak kekuasaan (power distance)
- Maskulinitas.
- Penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance).
- Individualisme.
Berkenaan dengan pembahasan komunikasi antarbudaya, Griffin (2003) menyadur teori AnXiety/Uncertainty Management; Face-Negotiation; dan Speech Codes.
1. Anxiety/Uncertainty Management Theory (Teori Pengelolaan Kecemasan/Ketidakpastian)
Teori yang di publikasikan William Gudykunst ini memfokuskan pada
perbedaan budaya pada kelompok dan orang asing. Ia berniat bahwa
teorinya dapat digunakan pada segala situasi dimana terdapat perbedaan
diantara keraguan dan ketakutan.
Ia menggunakan istilah komunikasi efektif kepada proses-proses
meminimalisir ketidakmengertian. Penulis lain menggunakan istilah accuracy, fidelity, understanding untuk hal yang sama.
Gudykunst menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar
penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antar kelompok.
Terdapat dua penyebab dari mis-interpretasi yang berhubungan erat,
kemudian melihat itu sebagai perbedaan pada ketidakpastian yang bersifat
kognitif dan kecemasan yang bersifat afeksi- suatu emosi.
Konsep-konsep dasar Anxiety/Uncertainty Management Theory:
a. Konsep diri dan diri.
Meningkatnya harga diri ketika berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola kecemasan.
b. Motivasi untuk berinteraksi dengan orang asing.
Meningkatnya kebutuhan diri untuk masuk di dalam kelompok ketika
kita berinteraksi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah
peningkatan kecemasan.
c. Reaksi terhadap orang asing.
Sebuah peningkatan dalam kemampuan kita untuk memproses informasi
yang kompleks tentang orang asing akan menghasilkan sebuah peningkatan
kemampuan kita untuk memprediksi secara tepat perilaku mereka.
Sebuah peningkatan untuk mentoleransi ketika kita berinteraksi
dengan orang asing menghasilkan sebuah peningkatan mengelola kecemasan
kita dan menghasilkan sebuah peningkatan kemampuan memprediksi secara
akurat perilaku orang asing.
Sebuah peningkatan berempati dengan orang asing akan menghasilkan
suatu peningkatan kemampuan memprediksi perilaku orang asing secara
akurat.
d. Kategori sosial dari orang asing.
Sebuah peningkatan kesamaan personal yang kita persepsi antara diri
kita dan orang asing akan menghasilkan peningkatan kemampuan mengelola
kecemasan kita dan kemampuan memprediksi perilaku mereka secara akurat.
Pembatas kondisi: pemahaman perbedaan-perbedaan kelompok kritis hanya
ketika orang orang asing mengidentifikasikan secara kuat dengan
kelompok.
Sebuah peningkatan kesadaran terhadap pelanggaran orang asing dari
harapan positif kita dan atau harapan negatif akan menghasilkan
peningkatan kecemasan kita dan akan menghasilkan penurunan di dalam rasa
percaya diri dalam memperkrakan perilaku mereka.
e. Proses situasional.
Sebuah peningkatan di dalam situasi informal di mana kita sedang
berkomunikasi dengan orang asing akan menghasilkan sebuah penurunan
kecemasan kita dan sebuah peningkatan rasa percaya diri kita terhadap
perilaku mereka.
f. Koneksi dengan orang asing.
Sebuah peningkatan di dalam rasa ketertarikan kita pada orang asing
akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan peningkatan rasa percaya
diri dalam memperkirakan perilaku mereka.
Sebuah peningkatan dalam jaringan kerja yang kita berbagi dengan
orang asing akan menghasilkan penurunan kecemasan kita dan menghasilkan
peningkatan rasa percaya diri kita untuk memprediksi perilaku orang
lain.
2. Face-Negotiation Theory
Teori yang dipublikasikan Stella Ting-Toomey ini membantu
menjelaskan perbedaan –perbedaan budaya dalam merespon konflik.
Ting-Toomey berasumsi bahwa orang-orang dalam setiap budaya akan selalu negotiating face. Istilah itu adalah metaphor citra diri publik kita, cara kita menginginkan orang lain melihat dan memperlakukan diri kita. Face work merujuk pada pesan verbal dan non verbal yang membantu menjaga dan menyimpan rasa malu (face loss), dan
menegakkan muka terhormat. Identitas kita dapat selalu dipertanyakan,
dan kecemasan dan ketidakpastian yang digerakkan oleh konflik yang
membuat kita tidak berdaya/harus terima. Postulat teori ini adalah face work orang-orang dari budaya individu akan berbeda dengan budaya kolektivis. Ketika face work adalah berbeda, gaya penangan konflik juga beragam.
Terdapat tiga perbedaan penting diantara budaya individulis dan
budaya kolektivis. Perbedaan-perbedaan itu adalah dalam cara
mendefinisikan: diri; tujuan-tujuan; dan kewajiban.
konsep
|
Budaya individualis
|
Budaya kolektivis
|
Diri
|
Sebagai dirinya sendiri
|
Sebagai bagian kelompok
|
Tujuan
|
Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan diri.
|
Tujuan diperuntukan kepada pencapaian kebutuhan kelompok
|
Kewajiban
|
Melayani diri sendiri
|
Melayani kelompok/orang lain.
|
Teori ini menawarkan model pengelolaan konflik sebagai berikut:
a. Avoiding (penghindaran) – saya akan menghindari diskusi perbedaan-perbedaan saya dengan anggota kelompok.
b. Obliging (keharusan) – saya akan menyerahkan pada ke kebijakan anggota kelompok.
c. Compromising – saya akan menggunakan memberi dan menerima sedemikian sehingga suatu kompromi bisa dibuat.
d. Dominating – saya akan memastikan penanganan isu sesuai kehendak-ku.
e. Integrating – saya akan menukar informasi akurat dengan anggota kelompok untuk memecahkan masalah bersama-sama.
Face-negotiation teory menyatakan bahwa avoiding, obliging, compromising, dominating, dan integrating bertukar-tukar menurut campuran perhatian mereka untuk self-face dan other -face.
3. Speech Codes Theory
Teori yang dipublikaskan Gerry Philipsen ini berusaha menjawab tentang keberadaan speech code
dalam suatu budaya, bagaimana substansi dan kekuatannya dalam sebuah
budaya. Ia menyampaikan proposisi-proposisi sebagai berikut:
a. Dimanapun ada sebuah budaya, disitu diketemukan speech code yang khas.
b. Sebuah speech code mencakup retorikal, psikologi, dan sosiologi budaya.
c. Pembicaraan yang signifikan bergantung speech code yang digunakan pembicara dan pendengar untuk memkreasi dan menginterpretasi komunikasi mereka.
d. Istilah, aturan, dan premis terkait ke dalam pembicaraan itu sendiri.
e. Kegunaan suatu speech code bersama adalah menciptakan
kondisi memadai untuk memprediksi, menjelaskan, dan mengontrol formula
wacana tentang intelijenitas, prudens (bijaksana, hati-hati) dan
moralitas dari perilaku komunikasi.
SALAM HANGAT SAHABAT PUBLIC RELATION
TTD : ARJAMUDIN