mantiq-sullamul munauroq
انواع العلم الحادث
A. Hukum Mempelajari Ilmu Mantiq
Hukum mempelajari ilmu mantiq ada tiga pendapat, yaitu :
1. Ibnu Shalah dan imam Nawawi menghukumi haram dalam mempelajari ilmu mantiq
2. Al-Ghozali (1059-1111 M) memperbolehkan bahkan menganjurkan untk mempelajari ilmu mantiq.
3. Menurut
pendapat yan masyhur. Hukum mempelajari ilmu mantiq adalah boleh bagi
seorang yang telah sempurna dan mengerti tentan alqur’an dan hadits.
Selainnya tidak boleh
B. Pengertian dan Macam-Macam Ilmu
Ilmu menurut ahli mantiq (logika) ialah hal yang mengetahui sesuatu yang majhul secara yaqin atau zhann (dugaan), sesuai dengan kenyataan atau tidak.
Seperti contoh seseorang yang melihat bayangan dari arah jauh dan ia
mengetahui bahwa dia adalah manusia, dia yaqin betul dan kenyataannya
bayangan tersebut adalah manusia, maka pengetahuan (penemuan) orang itu
disebut Ilmu (buah fikiran) yang pasti benar. Tetapi jika melihat
bayangan tersebut hanya menduga dan kenyataanya memang demikian, maka
hal tersebut disebut ilmu zhann yang sesuai dengan kenyataan (benar).
Ilmu itu dibagi menjadi dua, yaitu ;
1. Ilmu qodim
Yaitu ilmu yang hanya dimiliki oleh allah SWT. Yaitu ilmu yang tidak terbatas.
2. Ilmu hadits (baru)
yaitu
ilmu yang dimiliki oleh manusia secara keseluruhan. Sedangkan buah dari
adanya ilmu manusia itu terbagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Tashawwur
(konsepsi), yaitu memahami atau mengetahui lafazh mufrad (tunggal)
seperti pemahaman seseorang terhadap arti lafazh : manusia, rumah, pohon dan burung.
b. Tashdiq (persepsi), yaitu memahami atau mengetahui kenyataan ke-nisbat-an(satuan atau rangkaian satuan) seperti pemahaman bahwa air laut itu asin, langit tidak di bawah kita.
C. Pembagian ilmu hadits (ilmu manusia)
1. Ilmu Nazhari (spekulatif) adalah Ilmu yang membutuhkan ta’ammul (angan-angan, renungan, pemikiran atau analisa).
2. ilmu dharuri adalah Ilmu yang tidak membutuhkan ta’ammul (angan-angan, renungan, pemikiran atau analisa).
D. Definisi dan Hujjah
Definisi menurut ahli Mantiq adalah lafazh yang memberikan kepahaman tentang makna lafazh mufrad (tashawwur/konsepsi).
Contoh:
Ibu menyuruh anaknya ke warung membeli lumpur. Si anak bingung buat apa
lumpur, padahal lumpur adalah tanah. Setelah dijelaskan bahwa lumpur
adalah kue maka sang anak langsung paham.
Hujjah maksudnya adalah kias (silogisme), kias menurut istilah ahli Mantiq adalah lafazh yang memberi pengertian pada tashdiq.
Contoh:
Ungkapan alam raya ini berubah-rubah dan setiap yang berubah adalah
makhluk, ungkapan ini mengantarkan pada kesimpulan Alam Raya adalah
makhluk.
E. Macam-Macam Dalalah (penunjuk)
Dalalah (penunjuk) adalah sesuatu yang dapat menunjukkan suatu pengertian. Dalalah dibagi menjadi dua, yaitu :
Ø Dalalah lafdhiyah,
ialah tanda yang berupa bentuk kata, misalnya: Rumah, menunjukkan
bangunan tempat tinggal yang terdiri dari dinding (papan/tembok), tiang,
atap, pintu dan lainnya..
Dalalah Lafdhiyah (tanda yang berupa kata) itu terbagi menjadi tiga macam, yaitu;
o Thabi’iyah, yaitu dalalah yang bersifat pembawaan, seperti suara ‘Aduh” (rintihan) menunjukkan sakit.
o Aqliyyah, yaitu dalalah yang berdasarkan akal, seperti suara dalam ruangan menunjukkan ada orang di dalamnya
o Wadh’iyyah, yaitu dalalah yang berdasarkan penetapan istilah, seperti es teh, menunjukkan minuman teh diberi es.
Ø Dalalah Ghairu lafdhiyah, ialah yang bukan berbentuk kata, misalnya: Merah muda, menunjukkan malu.
Dalalah Ghoiru Lafzhiyyah (tanda yang bukan berupa kata) terbagi menjadi tiga yaitu:
o Thabi’iyah, yaitu dalalah yang bersifat pembawaan, seperti, merah muda, menunjukkan malu.
o Aqliyyah,
yaitu dalalah yang bedasarkan akal seperti, perubahan tatanan
barang-barang di dalam kamar menunjukkan adanya orang di dalam kamar.
o Wadh’iyyah, yaitu dalalah yang berupa penetapan seperti, bendera setengah tiang menandakan berkabung
F. Macam-Macam Dalalah Wadh’iyyah
Di dalam Ilmu Mantiq Dalalah lafhdiyyah Wadh’iyyah itu ada tiga macam, yaitu:
Ø Dalalah Muthabaqah (Denotasi lengkap),
yaoitu apabila maknaya sepenuhnya selaras dengan arti lengkapnya.
Seperti makna sapi pada kalimat “saya membeli sapi” yang dimaksud sapi
disini keselurihan sapi secara makna dan arti.
Ø Dalalah Tadhammun (Denotasi Implikasi),
yaitu apabila makna yang dimaksudkan hanya sebagian saja dari arti
penuhnya. Kalimat “saya membei sapi” yang di maksud disini hanyalah
sebagian tubuh sapi.
Ø Dalalah Iltizam (Dinotasi Inhern),
yaitu apabila makna yang dimaksudkan adalah pengertian lain tetapi
merupakan hal lazim yang ada pada kata tersebut seperti kalimat “saya
menarik sapi”. Sapi dalam kalimat di sini pengertiannya adalah tali yang
merupakan kelaziman bagi sapi pemelihara.
BAB II
LAFAZH DAN PEMBAGIANNYA
A. Pembahasan Tentang Kata-Kata
Kata
adalah bunyi atau satuan yang mengandung arti tertentu. Sedangkan
Kalimat adalah kesatuan kata yang mengandung pikiran yang sempurna atau
lengkap. Kalimat dalam tata bahasa sama dengan proposisi (القضية) dalam ilmu logika (المنطق). Kata bisa disebut juga Terma atau logika, tetapi tidak semua dapat dianggap Terma meskipun setiap Terma terdiri dari kata.
1. Pembagian Kata
Lafazh yang musta’mal (term) itu terbagi menjadi dua macam, yaitu;
a. Murakkab (komposit),
jika term itu terdiri dari lebih dari satu kata. Lafazh murakkab (term
komposit) meskipun dari kata mempunyai arti sendiri-sendiri tetapi jika
digabungkan hanya menjadi satu pengertian. Contoh; rumah sakit, kuda putih dll.
b. Mufrad (simpel), jika term itu terdiri dari satu kata atau satu istilah. Contoh: Manusia, negara dll.
2. Pembagian Lafazh Mufrad
Lafzh Mufrad itu terbagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Kulliy (Universal) adalah term yang dapat dipergunakan bagi setiap anggota suatau kelas dengan arti yang sama. Contoh: Manusia, sekolah, hewan dll.
b. Juz’iy (Partikuler), kebaikan kulliy, yaitu Term yang menunjukkan satu obyek saja. Contoh: Ahmad, Presiden Republik Indonesia pertama.
3. Pembagian Lafazh Mufrad Kulliy
Kulliy (Term Simpel Universal) terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Dzati (Substansional),
yaitu jika pengertian dari Kulliy itu bagian dari hakekat Juz’i
sebagiannya, seperti Hewan (Unsur Animalitas) dan Natiq (Unsur
rasionalitas) dinisbatkan pada manusia. Manusia hakekatnya hewan
(sebagian) dan manusia hakekatnya berfikir (sebagian). Hewan sebagian
dari pengertian manusia. Manusia sama dengan hewan yang berfikir
(seluruhnya).
b. Aridhi (Accidental),
yaitu jika pengertian dari Kulliy tidak termasuk dalam hakekat Juz’i
(sebagian)nya. Seperti Gubernur dinisbatkan kepada Sutiyoso, Gubernur
bukan termasuk nhakekat Sutiyoso, buktinya kalau Sutiyoso tidak jadi
Gubernur maka lafazh Gubernur tidak bisa lagi dinisbatkan ke Sutiyoso.
4. Pembagian Kulliyyat (Klarifikasi)
Kulliyat
lima (Klasifikasi predicable) disebut juga Pradicabel. Pradicable
adalah nama-nama jenis predikat dalam hubungannya dengan subyek.
Menurut Prophyrius, predicable itu ada lima macam yaitu :
1. Jinsi (الجنس),
yaitu himpunan golongan-golongan yamng menunjukkan hakekat sesuatu yang
berbeda tetapi terpadu oleh persamaan sifat, seperti term “Hewan”
merupakan genus dan golongan, manusia merupakan species. Genus lebih
umum daripada species.
2. Fashol (الفصل),
artinya perbedaan, yaitu suatu atribut atau kumpulan atribut-atribut
yang membedakan suatu kelas/golongan/species dengan genus yang sama.
Contih, Rasionalitas memisahkan manusia dari golongan-golongan hewan
lain.
3. Ardh (العرض),
yaitu atribut yang bukan merupakan sebagian dari konotasi (hakekat)
term dan tidak merupakan kelanjutan dari konotasi itu. Contoh, Hitam,
bukan atribut kusus bagi manusia, tapi anggota lainpun memiliki atribut
hitam, seperti hewan.
4. Nau’ (النوع),
yaitu kelompok dari (individu) yang menunjukkan hakekat kebersamaan
bentuknya dan sifat-sifat tertentu yang membedakannya dengangan dari
golongan lain. Contoh, Term manusia, setiap individu memperlihatkan
persamaan bentuk yang membedakan adalah kemampuan berfikir.
5. Khosh (الخاص),
yaitu satu atribut atau kumpulan atribut tambahan yang dimiliki secara
husus oleh setiap individu golongan. Seperti tertawa, bagi manusia
tertawa bukanlah hakekat tapi itu kusus ada pada manusia, selain manusia
tidak ada tertawa.
5. Pembagian jinis
Jinis dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Jins qorib (الجنس القريب),
ialah genus yang dibawahnya tidak terdapat genus lain, hanya ada
kelas-kelas, golongan-golongan dan di atasnya terdapat genus yang paling
tinggi. Contoh, Term Hewan, di bawahnya sudah tidak ada genus lain.
Al-Jins Al-Qarib ini disebut juga dengan Al-jins Al-Safil.
2. Jinis ba’id ( الجنس البعيد),
ialah genus yang di atasnya tidak ad genus lain dan di bawahnya ada.
Contoh, Al-Jauhar yaitu, jasad, jasad hidup dan hewan. Al-Jins Al-Ba’id
disebut juga Al-Jins Al-‘Ali.
3. Jinis wasath (الجنس الوسط),
ialah genus-genus yang diatas dan bawahnya terdapat genus lain. Contoh,
jasad hidup (An-Nami) diatas ada genus jasad di bawahnya ada genus
hewan.
B. Hubungan Lafazh Dengan Arti
a. Pembagian Lafazh Menurut Arti
Lafazh Kulliy yang mencakup dari segi arti itu ada lima macam, yaitu :
1. Tawathu’ , yaitu lafazh yang mempunyai banyak arti yang semua arti itu sama, seperti Manusia.
2. Tasyakuk , ialah kata yang mempunyai banyak arti tetapi artinya tidak sama, seperti kata Cahaya.
3. Takhaluf
, ialah suatu kata yang arinya tidak sama dengan kata lain atau
sejumlah lafazh yang memiliki arti sendiri-sendiri, seperti, kata
“Manusia” dan kata “Kuda”.
4. Musytarak ,
ialah suatu kata yang mempunyai arti lebih dari satu, seperti kata
“Amat”, kata ini dapat bermakna sangat bisa juga nama orang.
5. Mutaradif ,
ialah sejumlah kata yang berbeda diartikan dengan pengertian yang sama,
seperti kata adat, aturan, kebiasaan dan norma adalah satu arti.
b. Pembagian Lafazh Murrakab
Lafazh yang Murakkab secara sempurna disebut Kalimat, kalimat itu dibagi mnjadi dua macam, yaitu :
1. Thalab yang artinya permintaan. Ini dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Amar yang artinya perintah.
b. Do’a yang artinya permohonan.
c. Iltimas yang artinya permintaan atau harapan.
2. Kalimat berita disebut juga keterangan, proposi (قضية) kalimat berita inilah yang menjadi obyek bahasan Ilmu Mantiq (Logika).
B. Kulli-Kulliyyat dan Juz’i-Juziyyat
Ø Al-Kull , artinya menentukan hukum atas sesuatu secara majmuk (umum, sebagian atau keseluruhan).
Ø Al-Kulliyyah artinya menentukan hukum atas sesuatu secara keseluruhan satu persatu.
Contoh : - Tiap-tiap yang bernyawa pasti merasakan mati.
- Tak satupun makhluk hidup kekal di dunia ini.
Ø Al-Juz’i artinya menetapkan hukum atas suatu secara tidak keseluruhan tapi sebagian dari keseluruhan.
Contoh : - Sebagian pemuda Indonesia bekerja di luar negri.
- Tak semua pemuda Indonesia bekerja di luar negri.
Ø Al-Juziyyah,
artinya satuan suatu yang yang dari satuan itu beserta satuan-satuan
lainnya berbentuk Al-Kullu, seperti atap, dinding, lantai adalah bagian
dari rumah.
C. Definisi (ta’rif)
1. Pembagian definisi
Definisi terbagi menjadi tiga macam, yaitu :
a. Definisi Esensial ( الحد ) terbagi menjadi dua macam yaitu; Tam (lengkap) dan Naqish (tak lengkap).
Ø Definisi Essensial Lengkap (الحد التام)
ialah definisi yang tersusun dari jenis (genus) terdekat dan sifat
pembeda/differentia. Contoh: Manusia adalah hewan yang berakal.
Ø Definisi Essensial tak Lengkap (الحد الناقص) ialah definisi yang tersusun dari sifat pembeda/differentia saja atau tersusun dari pembeda/differentia dan jenis/genus jauh. Contoh: - Manusia adalah yang berfikir. Manusia adalah benda yang berfikir.
b. Definisi Eksidentil (الرسمى) juga terbagi menjadi dua yaitu Tam (lengkap) dan Naqish (tak lengkap).
Ø Definisi Eksidental Lengkap (الرسمى التام) ialah definisi yang tersusun dari jenis (genus) terdekat dan sifat kusus.
Contoh: Manusia adalah hewan yang dapat membaca.
Ø Definisi Eksidental tak Lengkap (الرسمى الناقص) ialah definisi yang hanya menyebutkan sifat khusus dan jenis (genus) jauh. Contoh:
Manusia adalah yang dapat tertawa.
Manusia adalah benda yang dapat tertawa.
c. Definisi Nominal (اللفظي) yaitu menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum dimengerti. Contoh: Nirwana adalah Surga.
2. Syarat-syarat Definisi
Syarat-syarat
definisi harus dipenuhi agar tidak terdapat cacat pada definisi
tersebut. Dalam definisi adakalanya istila mu’arrif “معرف” ( Definiens/definisi) dan mu’arraf “معرف” (Definiendum/yang diberi definisi).
Dalam kitab Sullam Munauraq disebutkan yarat-syarat yang dominan bagi orang yang akan membuat suatu definisi, yaitu:
Ø Definisi
harus mengandung semua dari yang ada pada Definiendum dan tidak
memasukkan yang tidak terkandung pada Definiendum, maksudnya tidak
terlalu luas dan tidak terlalu sempit.
Ø Definisi harus lebih jelas (lebih umum) dari pada Definiendum, tidak sebaliknya.
Ø Definisi harus tidak terdiri dari suatu yang sama dengan Definiendum dalam hal kesamaran.
Ø Definisi harus tidak mengandung kiasan (majaz) dengan tanpa ada tanda.
Ø Definisi tidak boleh menggunakan kata yang musytarak (homonim) yang tidak disertai tanda (qorinah).
Ø Definisi tidak boleh dimasuki ketentuan hukum.
Ø Definisi Essensial (Had) tidak boleh ada kata atau di dalamnya, tetapi dalam Definisi Eksidental boleh.
BAB III
PROPOSISI DAN OPPOSISI
A. Proposisi dan Hukum-Hukumnya
1. Pengertian Proposisi (Qadhiyyah)
Qadhiyyah
(Proposisi) adalah sebuah pernyataan kalimat yang mungkin benar dan
mungkin salah ditinjau dari segi kalimat pernyataan itu sendiri.
Qadhiyyah disebut juga Kalam.
Proposisi terdiri dari tiga unsur, yaitu: Subyek (موضوع) Predikat (محمول) dan Kopula( رابطة/نسبة ).
Kopula adalah satu bagian proposisi yang merupakan suatau tanda yang
menyatakan hubungan diantara Subyek dan Predikat. Contoh: semua manusia
adalah bermoral, proposisi ini terdiri term semua manusia adalah subyek, bermoral adalah predikat dan adalah dinamai Kopula.
2. Macam-macam Proposisi
Proposisi (قضية) itu terbagi menjadi dua macam, yaitu: Proposisi Kategoris dan Proposisi Kondisional.
a. Proposisi Kategoris (قضية حملية) dan Pembagiannya
Yaitu pernyataan yang antara subyek dan predikat tidak terkait dengan suatu syarat. Contoh: Semua makhluk akan sirna. Muhammad adalah utusan Allah.
Proposisi Kategoris (قضية حملية) terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Proposisi Kategoris Universal (قضية حملية كلية), yaitu proposisi katagori yang subyeknya mencakup semua yang dikandungnya.
Contoh: Manusia adalah makhluk yang bernyawa.
Proposisi Kategoris Universal di bagi menjadi dua, yaitu:
- Definitif (مُسوّرة) ialah Qadhiyyah hamliyyah kulliyyah yang didahului oleh sur.
- Indefinitif (مُهــملة) ialah Qadhiyyah hamliyyah kulliyyah muhmalah yang tidak idahului oleh sur.
Sur adalah kata yang menunjukkan kualitas subyek, adakalanya Kulli dan Juz’i.
b. Proposisi Kondisional (قضية شرطية) dan Pembagiannya
Yaitu
proposisi yang hubungan antara subyek dan predikat terkait dengan
syarat. Proposisi Kondisional itu terbagi menjadi dua yaitu :
1. Proposisi Kondisional Hipotetis (قضية شرطية متصلة) ialah proposisi kondisional yang hubungan antara subyek dan predikat merupakan hubungan yang tetap.
2. Proposisi Kondisional Disjunktif (قضية شرطية منفصلة) ialah proposisi kondisional yang memastikan adanya hubungan yang berlainan diantara dua unsur proposisi itu.
Proposisi Kondisional dipandang dari segi pengantar dan pengiring terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Mani’u Jami’, yaitu terlarang berkumpul antara pengantar (مقـدم) dan pengiring (تالي) dan tidak mungkin dapat bergabung, tapi boleh sepi keduanya.
2. Mani’u Khuluwwin, yaitu terlarang (tiada) satu dengan yang lain, tapi boleh berkumpul keduanya.
3. Mani’u Jum’in Wa Khuluwwin, yaitu terlarang sepi dari salah satunya dan terlarang pula bersatu.
Bentuk proposisi dapat dirumuskan menjadi:
- Proposisi Universal Afirmatif (قضية كلية مو جبة)
- Proposisi Universal Negatif (قضية كلية سالبة)
- Proposisi Particuler Afirmatif (قضية جزئية مو جبة)
- Proposisi Particuler Negataif (قضية جزئية سالبة)
3. Proposisi Kategoris Individual (قضية حملية شخصية), yaitu proposisi katagoris yang subyeknya tidak mencakup semua jenisnya tetapi hanya sebagiannya saja. Contoh: Sebagian pejabat itu tidak koropsi.
Proposisi Kategoris ditinjau dari segi predikat (محمول) atau kualitasnya ada dua, yaitu:
1. Proposisi Affirmatif ialah proposisi kategoris yang kopulanya membenarkan adanya persesuaian hubungan subyek dan predikat.
2. Proposisi Negatif ialah proposisi kategoris yang kopulanya menyatakan bahwa antara subyek dan predikat tidak ada hubungan sama sekali.
B. Tanaqudh (Opposisi)
1. Pengertin Opposisi (Pertentangan)
Tanaqudh
(Opposisi) ialah pertentangan yang terdapat pada dua proposisi yang
mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi berbeda dalam kualitas
atau kuantitasnya sehingga dapat menyebabkan yang lain benar dan salah.
Contoh: Semua manusia hewan, Sebagian manusia tidak hewan
2. Bentuk-bentuk Opposisi
Opposisi dalam logika bentuknya ada empat, yaitu:
a. Opposisi Subkontraris, yaitu hubungan antara dua proposisi/individu (قضية شخصية) yang mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi beda kualitasnya.
b. Opposisi Kontras, yaitu hubungan yang terdapt antara dua proposisi Universal (قضية كلية) yang mempunyai subyek dan predikat yang sama tetapi beda kualitasnya.
c. Opposisi Subalternasi, yaitu hubungan antara Proposisi Universal (قضية كلية) dan Proposisi Particuler (قضية جزئية) yang sam kualitasnya.
d. Opposisi Kontradiktaris, yaitu pertentangan antara dua proposisi yang mempunyai predikat yang sama tetapi berbeda kualitas dan kuantitasnya.
C. Pengubahan Proposisi
Pengubahan
Proposisi (Al-Aksu Al-Mustawi) adalah pembalikan Proposisi dilakukan
dengan mengubah kedudukan dua bagian, yaitu subyek dan predikat sehingga
yang semula menjadi subyek diubah menjadi predikat dan sebaliknya
dengan syarat tetap memelihara kebenaran isi, tidak merubah kualitas dan
kuantitasnya.
Proposisi/keterangan yang pertama disebut dengan proposisi Asli (Convertend)dan Proposisi yang kedua disebut ‘Aks (Converse).
Contoh: - Asli : Kecepatan transformasi informasi adalah ciri khusus abad modern.
- ‘Aks : Ciri khusus abad modern adalah kecepatan transformasi informasi.
Di dalam istilah Logika dikenal tiga jenis ‘Aks, yaitu :
1. Aksun Mustawi (Conversi)
2. Aksun Maqidhun Muwafiq (Obversi)
3. Aksun Naqidun Mukhalif (Kontraposisi)
1. Proposisi Yang Tidak Dapat Dibuat ‘Aks
Semua proposisi itu dapat dibuat ‘Aks/pembalikannya kecuali proposisi yang mengandung dua unsur yaitu Salibah (Negatif) dn Juz’iyyah (Partikulatif).
2. Proposisi Yang Dapat Dibuat ‘Aks
‘Aks
atau pembalikan itu tidak dapat berlaku kecuali pada
proposisi-proposisi yang memiliki tertib tabi’i (pasti), proposisi yang
memiliki tertib ini adalah Proposisi Kategoris (قضية حملية) dan Proposisi Kategoris Hipatesis(قضية شرطية متصلة).
Tartib Thabi’i adalah sesuatau yang urutannya dapat membentuk ma’na dan jika tartib/urutan itu dirubah tentu maksudnya berubah.
Rinkasnya semua proposisi dapat dibuat ‘Aks/pembalikannya, kecuali :
- Partikular Negatif (الجزئية سالبة)
- General Negatif (المهملة السالبة)
- Hipatetis Disjunktif (شرطية منفصلة)
BAB IV
QIYAS DAN HUJJAH
A. Qiyas dan Hakekatnya
1. Pengerian Qiyas (Silogisme)
Pembahasan dalam bab ini sebenarnya adalah tentang Istidlal
(penyimpulan secara tak langsung). Istidlal merupakan bab terpenting
dalam Ilmu Mantiq dan merupakan tujuan penting, sebab dengan
mempergunakan Istidlal pikiran dapat mengetahui hal-hal yang belum
diketahui.
istidlal ada dua macam yaitu :
a. Istidlal Istiqra’i (Induksi), ialah menyimpulkan bedaasar penelitian pada bagian-bagin untuk menentukan suatu hukum yang bersifat umum.
b. Contoh: Semua logam jika dipanaskan pasti memuai.
c. Istidlal Qiyasi (Detuktif),
ialah penyusunan dengan menggunakan keteranga-keterangan yang telah
diakui kebenarannya untuk sampai pada keterangan tentang sesuatu yang
belum diketahui.
Al-Qiyas
(Silogisme), adalah suatu bentuk penarikankonklusi secara deduktif tak
langsung yang konklusinya ditarik dari permis yang telah disediakan
secaara serempak. Contoh:
- Anda mengutamakan kepentingan Negara
- Setiap orang yang mengutamakan kepentingan Negara adalah seorang Nasionalis
- Anda adalah seorang Nasionalis
2. Pembagian Qiyas
Qiyas (Silogesme) menurut ahli Mantiq (logika adalah) itu ada dua bagian, yaitu:
- Iqtirani, disebut juga Hamli (kategoris)
- Istitsna’i, disebut juga Istiranti (hipatis)
Qiyas Istirani (silogis Kataagori)
Qiyas Istirani ialah Qiyas yang menunjukkan konklusi(نتيجة) dengan tegas yang pasti. Dan Qiyas Iqtirani khusus ada pada proposisi kategori.
Contoh: - Semua manusia adalah makhluk
- Semua makhluk akan mati
- Semua manusia akan mati
3. Aturan-aturan Umum Qiyas Iqtirani
Dalam membuat Qiyas Iqtirani harus sesuai dengan aturan yaitu menyusub permis-permis dengan menurut aturan yang berlaku.
Premis-premis
adalah dasar dari kesimpulan deduktif yang diambil, premis-premis
tersebut harus digambarkan sedemikian rupa hingga nampak dengan jelas
ada.
Premis Minor (مقدمة صغير) ialah Proposisi yang mengandung term minor (الحد الصغير), seperti; Arak adalh minuman yang memabukkan.
Premis Mayor (مقدمة كبير) ialah Proposisi yang mengandung term mayor (الحد الاكبر), seprti; Setiap yang memabukkan adalh haram.
Konklusi (نتيجة) ialah Proposisi yang mengandung Term minor dan Term Mayor, seperti; Arak adalah haram.
Qiyas itu juga harus mengandung tiga term, yaitu:
1. Term Minor (الحد الصغير) ialah yang menjadi subyek (موضوع) dalam proposisi yang menjadi natijah.
2. Term Mayor (الحد الاكبر) ialah kata yang menjadi predikat (محمول) dalam proposisi yang menjadi natijah.
3. Term Penengah (الحد الوسط)
ialah kata yang diulang-ulang di dalam dua proposisi, yaitu proposisi
pertama disebut dengan premis minor dan proposisi yang kedua yang di
sebut proposisi mayor.
B. Bentuk-Bentuk Silogisme
1. Pengerian Syakat dan Dharb
Syakal (الشـكــل) artinya bentuk, Asyakul Qiyas
artinya bentuk-bentuk silogisme yang berkaitan dengan term-term yang
terdapat pada permis-permis/muqaddimah-muqaddimah Qiyas dalam tidak
memperhatikan kualitas dan kuantitas.
Dharb (الضرب) artinya mode (mood), ialah bentuk silogisme yang ditentukan oleh kualitas (الكـيف) dan kuantitas (الكـم).
2. Macam-macam Bentuk Silogisme
Bentuk
silogisme ditentukan oleh letak Term Menengah yang lambangnya M,
berdasarkan letaktersebut terdapat empat syakal silogisme, yaitu:
Ø Bentuk I (الشكـل الأول)
Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi predikat pada premis minor dan subyek pada premis mayor. Contoh:
- Alam raya adalah sesuatu yang berubah
- Sesuatu yang berubah adalah alam
- Alam raya adalah baru
Kata yang bergaris bawah adalah Term Menengah.
Ø Bentuk II (الشكـل الثاني)
Dalam bentuk ini Term Menengah menjadi predikat pada premis minor dan pada premis mayor. Contoh:
- Semua keadilan adalah kebaikan
- Semua kedhaliman itu bukan kebaikan
- Keadilan bukanlah kebaikan
Ø Bentuk III (الشكـل الثالث)
Dalam bentuk ini, Term Menengah menjadi subyek pada premis mayor dan pada premis minor. Contoh:
- Semua makhluk berubah
- Semua makhluk binasa
- Sebagian yang berubah akan binasa
Ø Bentuk IV (الشكـل الرابع)
Dalam
bentuk ini, Term Menengah menjadi subyek pada premis minor dan predikat
pada premis mayor, bentuk ini kebalikan bentuk I. Contoh:
- Tak satupun makhluk itu abadi
- Sebagian makhluk adalah manusia
- Manusia tidak abadi
3. Aturan Proposisi Konklusi
Konklusi
(Natijah) yang diambil itu harus mengikuti premis yang lemah, maksudnya
premis yang partikuler jika dibandingkan dengan yang universal, dan
premis yang negatif jika dibandingkan dengan yang afirmatif, kesimpulan
itu tidak boleh lebih umum daripada premis.
4. Membuang Struktur silogisme
Salah
satu Silogisme itu boleh dibuang, karena pengertiannya telah dapat
dipahami. Boleh membuang premis minor, boleh membuang premis mayor atau
membuang konklusi, bahkan kadang-kadang premis dan klokusi dibuang
keduanya.
5. Aturan Dalam Premis
Suatu
hal yang penting pada silogisme adalah persoalan kebenaran dan ketidak
benaran pada premis-premis tak pernah timbul, karena permis-permis
selalu diambil yang pasti dan benar, akibatnya koklusi sudah dilengkapi
dengan hal-hal yang benar. Dengan demikian silogisme tinggal hanya
mempersoalkan kebenaran bentuk dan tidak lagi mempersoalkan kebenaran
isi.
C. Silogisme Eksepsional (Qiyas Istitsna’i)
a. Pengertian Qiyas Istisna’
Silogisme
Hepotetis disebut juga Silogisme Eksepsional, yaitu silogisme yang
premis mayornya terdiri dari pernyataan bersyarat. Disebut Silogisme
Eksepsional sebab premis minornya mengandung huruf istitsna’ “tetapi”.
Silogisme
Hepotetis ialah qiyas yang dapat menunjukkan atau kebalikannya dengan
jelas, tidak melalui kekuatan pengertian yang terkandung pada premis,
tetapi merupakan keadaan sebagai akibat daripada bab penegasan dan
penindakan terhadap salah satu bagian premis mayor.
b. Pembagian Qiyas Istitsna’i/Syarthi
Silogisme Hepotetis itu ada dua, yaitu:
1. Qiyas Syarthi Muttashil dan Hukum-hukumnya
Qiyas Syarthi Muttashil memiliki Hukum-hukum yang berkaitan dengan natijah, yaitu:
- Dengan menetapkan muqaddam, maka natijahnya pasti berupa penetapan taali.
- Dengan meniadakan taali, maka natijahnya pasti berupa muqaddam.
2. Qiyas Syarthi Munfashil dan Hukum-hukumnya
Qiyas Syarthi Munfashil ialah keterangan/proposisi yang premis mayornya terdapat kait pisah.
Hukum-hukum Qiyas Syarthi Munfashil:
- Apabila
premis mayor dalam Qiyas Syarthi Munfashil mani’atu jam’in wa
khuluwwin, maka penetapan salah satu dari dua bagian qiyas pasti
melahirkan natijah ketiadaan bagian yang lain dan sebaliknya.
- Apabila
premis mayor Qiyas Syarthi Munfashilah itu mani’atu jam’in, maka
penetapan salah satu bagian, pasti melahirkan kesimpulan tiadanya bagian
lainnya, tidak sebaliknya.
- Apabila
premis mayor dalam Qiyas Syarthi Munfashil ini mani’atu khuluwwun, maka
hukumnya kebalikan yang mani’atu jam’in, artinya peniadaan salah satu
bagian dari dua bagian qiyas melahirkan tetapnya bagian yang lain, tidak
sebaliknya.
D. Macam-macam Qiyas
1. Qiyas Murakkab (Silogisme Majmuk)
Qiyas
Murakkab ialah Qiyas yang dirangkai dari dua qiyas atau beberapa qiyas
dengan cara menjadikan suatu natijah tiap-tiap qiyas sebagai premis
qiyas berikutnya.
Qiyas Murakkab dibagi menjadi dua, yaitu:
Ø Muttashilum Nata’i (متصل النتائج), yaitu Qiyas Murakkab yang natijah-natijahnya disebutkan secara eksplisit, untuk dijadikan premis minor bagi Qiyas Lahiq.
Ø Mufashilum Nataij (منفصل النتائج), yaitu Qiyas Murakkab yang natijah-natijahnya tidak disebutkan secara eksplisit.
2. Qiyas Istiqra’ (Silogisme Induksi)
Istiqra’
naqish adalah kajian tentang hal-hal yang ada pada hal-hal yang juz’iy
dan menerapkan hasil kajian itu pada hal yang kulliy secara menyeluruh.
Lawan Qiyas Istqra’ adalah Qiyas Manthiqi, yaitu menggunakan hal-hal yang kulliy (universal) untuk bukti hal-hal yang juz’iy.
3. Qiyas Tamtsil (Analogi)
Qiyas Tamtsil ialah menetapkan hukum hal yang bersifat juz’iy pada hal juz’iy yang lain, karena adanya kesamaan antara keduanya.
E. Pembagian Hujjah
Hujjah itu ada dua macam, yaitu:
1. Hujjah Naqliyyah, ialah Hujjah yang diambil dari Al-Qu’an, Al-Hadits atau Ijma’ ulama’
2. Hujjah Aqliyyah, ialah Hujjah yang berdasarkan akal. Hujjah ini ada lima yaitu:
a. Khithabiyyah,
yaitu Hujjah yang disusun dari premis-premis yang dapat
diterima.Tujuannya yaitu untuk menyenangkan pendengar terhadap hal yang
berguna untuknya.
b. Syi’riyyah, yaitu Hujjah yang disusun dari premis-premis yang fantastis. Tujuannya yaitu untuk mempengaruhi jiwa/hati.
c. Burhaniyyah, yaitu Hujjah yang disusun dari premis-premis yang meyakinkan dan dapat melahirkan kesimpulan yang benar.
d. Jadaliyyah,
yaitu Hujjah yang dari premis-premis yang umum yang telah dikenal oleh
orang banyak. Tujuannya yaitu untuk melegakan orang yang tidak menguasai
memahami premis-premis Hujjah Burhaniyyah atau untuk menekan lawan.
e. Safsathaiyyah (Safistik), yaitu Hujjah yang disusun dari premi-premis yang salah tapi seolah-olah benar.
Hubungan Antara Dalil dan Natijah
Natijah dari susunan maqaddimah ini terdapat empat madzhab, yaitu”
1. Madzhad Imam Al-Haramain, bahwa Natijah itu bersif Aqliyyah (Rasional).
2. Madzhab Imam Al-Asy’ari, bahwa Natijah itu bersifat ‘adiy (kebiasaan).
3. Madzhab Mu’tazillah, bahwa Natijah darimuqaddimah-muqaddimah yang telah tersusun itu bersifat tawallud.
4. Madzhab Ahli Filsafat, bahwa Natijah yang timbul dari muqaddimah-muqaddimah yang telah tersusun adalah bersifat wajibah atau pasti.
F. Kesalahan dalam Silogisme (Qiyas)
1. Kesalahan Dalam Segi Materi
Kesalahan
dalam qiyas dari segi materi adalah disebabkan makna, sebagaimana
adanya kemiripan muqaddimah yang salah dengan muqaddimah yang benar.
2. Kesalahan Dari Segi Bentuk
Kesalahan
qiyas dari segi bentuk disebabkan bentuk tidak sesuai dengan salah satu
dari empat bentuk qiyas yang telah diterangkan, atau bentuknya sudah
sesuai dengan salah satu bentuk qiyas yang telah ditentukan, tetapi
dalam mengambil kesimpulan tidak memenuhi syarat intaj.
REFERENSI
Ø Ahmad Ad-Damanhuri, Idhahul Mubham, Jeddah: Al-Haramain.
Ø Bisri Musthafa, Terjemah As-Sullam Al-Munauraq, Kudus: Menara Kudus, 1372 H.
Ø Cholil Bisri Musthafa, Terjemah As-Sullam Al-Munauraq, Bandung: Al-Ma’arif, 1989 M.
Ø Muhammad Husni, Pengantar Logika, Yogyakarta: Sumbangsih Offsett.
Ø Nur Al-Ibrahimi Muhammad, Ilmu Mantiq, Surabaya : Maktabah Said Nabhan.