BAB I
PENDAHULUAN
Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain, niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Banayak pakar menilai bahwa komunikasi adalah sebuah kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Apa yang mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi dengan manusia lainnya ? teori dasar Biologi menyebut adanya dua kebutuhan, yakni kebutuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyasuaikan diri dengan lingkungannya.
Pentingnya komunikasi dalam kehidupan social telah menjadi perhatian para cendikiawan sezak zaman Aristoteles walaupun hanya berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil. Baru pertengahan abad ke-20, ketika dunia di rasakan semakin kecil akibat revolusi industri dan revolusi teknologi Eloktronik, para cendikiawan menyadari pentingnya meningkatkan komunikasi dari pengetahuan menjadi ilmu. Kini ilmu komunikasi semakin mendapat perhatian dari masyarakat karena relavansinya dalam berbagai bidang kehidupan semakin jelas. Selanjutnya di dalam makalah ini akan menjelaskan tentang komunikasi kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOMUNIKASI KELOMPOK
Sebagaimana halnya seputar bidang komunikasi, tatanan komunikasi, metode komunikasi, teknik komunikasi, dan lain sebagainya. Para pakar komunikasi tidak mempunyai pendapat yang sama, demikian pula mengenai komunikasi kelompok yang kita bahas sekarang ini.
Perbedaan pendapat seperti itu tidak mengherankan, oleh karena disiplin ilmu yang melatarbelakanginya yang berbeda, pengalamannya yang berbeda, yang mengakibatkan visinya pun menjadi berbeda. Para pakar tertentu tidak membedakan komunikasi kelompok dengan dinamika kelompok (group dynamics), membedakan komunikasi kelompok dari diskusi kelompok (group discussion), mempertentangkan komunikasi kelompok dengan komunikasi organisasional, dan sebagainya. Situasi seperti itu, di sebabkan pula seorang pakar membahasnya dengan pendekatan psikologi, pakar lainnya dengan pendekatan komunikasi adalah logis apabila dalam pengkajiannya terdapat persamaan, karena antara psikologi, sosiologi, dan komunikologi ada kesamaan dalam objek materialnya (obiectum materiale), yakni manusia. Tidak dapat di sangka pula jika terdapat perbedaan, karena psikologi, sosiologi, komunikologi[1] beda dalam objek formalnya (obiectum formale).
Oleh karena buku ini mengenai buku ilmu komunikasi, maka pembahasan tentang komunikasi kelompok sekarang ini adalah dengan pendekatan komunikologi (ilmu komunikasi).
Berbeda dengan psikologi, sosiologi, antropologi, dan ilmu social (social science) lainnya, ilmu komunikasi adalah ilmu memproses pernyataan antar manusia. Berbeda dengan fenomena social lainnya, komunikasi merupakan suatu proses, suatu kegiatan manusia yang berlangsung terus menerus secara sinambung, dimana paling sedikit harus meliputi tiga komponen (menurut Schramm), yakni mesti ada komunikator, mesti ada pesan, dan mesti ada komunikan ; bahkan mereka pernah di singgung di muka, menurut Lasswel proses komunikasi meliputi pula media dan efek. Jadi, apabila suatu fenomena social bukan merupakan proses, tidak jelas seseorang merupakan komunikator dan menyampaikan pesan yang di sampaikan kepadany, maka fenomena itu bukan komunikasi.
Tidak mengherankan kalau suatu istilah beda maknanya, begitu pula komunikasi dan di siplin ilmu social lainnya. Seperti telah di terangkan di muka istilah diadik dan triadic dalam ilmu komunikasi adalah komunikasi antarpribadi, bukan komunikasi kelompok, sedangkan dalam social diad (dyad) dan triad adalah tiga orang yang secara berkelompok bertempat di suatu tempat, sedangkan bagi ilmu komunikasi, komunikasi diadik adalah komunikasi antara seseorang antara komunikator dengan seorang komunikan, dan komunikasi triadik adalah komunikasi antar seseorang komunikator dengan dua orang komunikan.[2]
Tegasnya seseorang yang hendak meneropong suatu fenomena social dengan pendekatan ilmu komunikasi, maka ia harus berperan sebagai orang komunikasi yang melihatnya dengan mata indera dengan mata hati komunikasi, serta mendengarkan dengan telinga indera dan telinga hati komunikasi. Apakah fenomena itu suatu peruses, apakah ada komunikatornya, pesannya, dan komunikannya ?
Meskipun demikian, oleh karena sifat ilmu social itu interdisipliner atau multidisipliner, atau trandisipliner, maka ketika kita menalaah fenomena dengan pendekatan ilmu komunikasi, kita tetap harus memperhitungkan disiplin ilmu social lainnya yang berpengaruh, seperti telah di singgung di muka diantara di siplin ilmu social, yang paling berpengaruh terhadap proses komunikasi adalah psikologi, sosiologi, dan antropologi.
Oleh karena itu, maka jika kita menelaah kominikasi kelompok kita perlu memahami pengertian kelompok menurut disiplin ilmu lain. Dengan demikian kita akan dapat menganalisanya secara intens.
1. Pengertian Kelompok
Dalam Ilmu Sosiologi, kelompok pada umumnya didefinisikan sebagai dua atau lebih orang yang memiliki suatu identitas bersama dan yang berinteraksi secara regular. Apapun bentuknya, kelompok social terdiri dari orang-orang yang memiliki kesadaran keanggotaan yang sama yang didasarkan pada pengalaman, loyalitas, dan kepentingan yang sama. Singkatnya mereka sadar tentang individualis mereka, sebagai anggota kelompok social yang secara sfisifik disadari sebagai “kita”.[3]
Namun apakah keberadaan orang-orang yang bersatu dan berkumpul dapat disebut kelompok? Diperlukan persyaratan-persyaratan apakah suatu kumpulan individu-individu di sebut sebagai kelompok, diantaranya adalah :
· Ada kesadaran dari anggota bahwa ia merupakan dari bagian kelompok ia bersama;
· Ada hubungan timbal balik antara individu-individu yang menjadi kelompok dari bagian itu;
· Ada factor yang dimiliki secara bersama oleh individu-individu anggota kelompok itu, yang menjadi pengikat antara mereka. Faktor ini merupakan perasaan yang ditimbulkan oleh nilai-nilai, ideologi, norma, tujuan, maupun orang yang di anggap mampu menyatukan;
· Berstruktur, berkaidah, dan memiliki pola prilaku.
Beberapa definisi kelompok yang di buat oleh para sosiolog, antara lain :
§ Suatu kelompok meliputi dua atau lebih manusia yang di antara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan ( Joseph S.Roucek ).
§ Kelompok social adalah satu grup, yaitu sejumlah orang yang ada antara hubugan satu sama lain dan hubungan itu bersifat sebagai sebuah struktur (Mayor Polak) dan
§ Kelokpom merupakan satu unit yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang saling berinteraksi atau saling berkomunikasi (Wila Hukt).
Dari beberapa definisi diatas, dapat di simpulkan bahwa kelompok menurut tinjauan Sosiologi adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi dan terjadi hubungan timbale balik yang ia merasa bagian dari kelompok tersebut.
Kita bia mencari tahu alasan manusia menyukai hidup berkelompok. Alasan yang paling mendasar adalah dorongan alamiah yang menunjukkan bahwa manusia sebagai makhluk hidup dan sebagai bagian dari alam, harus memenuhi kebutuhan-kebutuhnnya, seperti makan, minum, seks, tempat tinggal, selain juga kebutuhan eksistensial yang butuh di akui oleh orang lain. Selain itu, juga adanya hukum alam yang melingkupi kehidupan makhluk hidup (manusia), yaitu adanya kontradiksi yang harus dihadapi dan di insting kerja sama lahir dari situasi itu. Kenyataan-kenyataan penting yang dapat kita lihat dalam sejarah masyarakat adalah :
- Kebutuhan yang memenuhi kebutuhan hidup telah menyatukan manusia untuk bekerja sama mencari makanan secara berkelompok. Hal ini terjadi sejak manusia ada (zaman kuno) hingga zaman sekarang. Ketika mereka berburu, mereka butuh kerj sama dan pembagian tugas. Kemudian, hasilnya dipakai bersama-sama.
- Kerj sama dan dibutuhkannya ikatan kelompok juga di sebabkannya adanya ancaman dari luar manusia (kontradiksi) yang di hadapi. Saat mencari makanan masuk kehutan, mereka akan menghadapi kontradiksi alam (seperti medan yang sulit, gangguan alam, seperti angin topan, tanah longsor, binatang buas, dan lain-lain). Saat mereka berburu binatang sebagai makanan, juga belum tentu binatang itu mampu di hadapi oleh seorang diri. Masalah-masalah alamiah seperti semacam itulah yang membuat manusia berkelompok, untuk memudahkan dalam menghadapi lontradiksi dan dialektika alam.
- Kebutuhan yang didukung oleh kebutuhan seksual, naluri, yang inheren, dan menjadi bagian dari kehidupan, dilakukan dengan menjalin ikatan dengan lawan jenis, untuk mendapatkan kenikmatan dan meninggalkan penjara nafsu, serta untuk mencari keturunan. Dari situ muncul keluarga sebagai unit kelompok manusia. Keluarga ini akan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidup dan memelihara anak menuju kedewasannya.
- Kemudian juga ada nilai-nilai yang lahir dari interaksi antara orang-orang menjalin kelompok. Karena sering bersama, masing-masing indifidu awalnya saling mempertukarkan nilai-nilai yang menyakkut pemahaman kontradiksi alam maupun pandangan etis tehadap kehidupan. Proses pertukaran makna ini akan menghasilkan di terimanya nilai yang di anggap paling mampu menjelaskan kebutuhan bersama. Nilai ini juga akan mengikat dan mengatur bagaimana mereka menjalankan ikatan.
- Ada pula kekuatan pengikat selain nilai, yaitu otoritas yang lahir dari nilai dan kesepakatan bersama. Otoritas ini di wakilkan oleh seorang tokoh yang dianggap paham dan bisa dijadikan sumber dan nilai-nilai yang ada pada masyarakat. Sejak zaman kuno, manusia yang dianggap paling menonjol dan mampu memberikan penjelasan kognitif dan psikologis bagi para anggotanya, selalu akan dianggap sebagai tokoh, biasanya kepala suku.
2. Pengertian Komunikasi Kelompok
Umumnya, disepakati bahwa jika jumlah pelaku komunikasi lebih dari tiga orang, cenderung dianggap komunikasi kelompok atau lazim disebut komunikasi kelompok saja. Sedangkan, komunikasi kelompok besar biasa di sebut sebagai komunikasi public atau komunikasi massa. Jumlah manusia pelaku komunikasi dalam komunikasi kelompok, besar atau kecilnya, tidak di tentukan secara matematis, tetapi bergantung pada ikatan emosioanal pada anggotanya.
Dalam komunikasi kelompok, komunikator relatif mengenal komunikan, dan demikian juga antar kominikan. Bentuk kmunikasi kelompok kecil, misalnya pertemuan, rapat, dan lain-lain. Komunikasi kelompok kecil pasti melibatkan komunikasi antar pribadi sehingga teori komunikasi antar pribadi juga berlaku disini. Umpan balik yang dapat diterima dengan segera menentukan penyampaian pesan berikutnya. Namun, pesan relatif lebih terstruktur daripada komunikasi antarpribadi, bersifat formal maupun informal. Komunikasi kelompok sering kita temui dalam keluarga, tetangga, teman dan kerabat, atau kelompok diskusi. Komunikasi kelompok dapat terjadi didalam kelompok dan juga antar-kelompok.
Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kacil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil ( smaal group communicaton) : jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication).
Sehubungan dengan itu sering timbul pertanyaan, yang termasuk komunikasi[4] kecil itu jumlah komunikannya berapa orang, demikian komunikasi kelompok besar. Apakah 100 prang atau 200 orang termasuk kelompok kecil atau kelompok besar ? secara teoritis dalam komunikasi untuk membedakan komunikasi kelompok kecil dari komunikasi kelompok besar tidak didasarkan pada jumlah komunikan dan hitungan secara matematik, melainkan pada kualitas proses komunikasi.
Pengertian kelompok disitu tidak berdasarkan pengertian psikologi melainkan pengertian komunikologis, misalnya sejumlah kecil orang-orang yang sedang mendengarkan pidato tukang obat di pasar, secara psikologis bukan merupaakn kelompok, melainkan kerumunan orang yang berkumpul bersama-sama untuk sesaat. Bagi ilmu komunikasi kelompok, sejumlah orang yang menjadi komunikan.
Apakah itu komunikasi kelompok kecil atau komunikasi kelompok besar bergantung pada kualitas proses komunikasi.
Karekteristik yang membedakan komunikasi kelompok kecil dan kelompok besar dapat dikaji dalam paparan berikut ini :
a. Komunikasi Kelompok Kecil
Komunikasi kelompok kecil[5] ( small/ micro group communication) adalah komunikasi yang :
- Ditujukan kepada kognisi komunikan
- Prosesnya berlangsung secara dialogis
Dalam komunikasi kelompok kecil komunikator menunjukkan pesan kepada benak atau pikiran komunikan, misalnya : kuliah, ceramah, diskusi, seminar, rapat, dan lain-lain. Dalam situasi komuikasi seperti itu berperan penting. Komunikan akan dapat menilai. Logis tidaknya untuk komunikator.
Ciri yang kedua dari komunikasi kelompok kecil ialah bahwa prosesnya berlangsung secara dialogis, tidak linear, melainkan sirkular. Komunikan dapat menanggapi uraian komunikator, biasa bertanya jika tidak mengerti, dapat menyanggah bila tidak setuju, dan lain sebaginya.
Dalam kehidupan sehari-hari begitu banyak jenis kominikasi kelompok kecil antara lain : seperti telah di singgung di atas, seperti rapat (rapat kerja, rapat pimpinan, rapat mingguan), kuliah, ceramah, brifing penataran, loka-karya, diskusi, panel, forum, simposium, seminar, konferensi kongres, curahsaran (brainstorming), dan lain-lain.
b. Komunikasi Kelompok Besar
Sebagai kebalikan dari komunikasi kelompok kecil, komunikasi kelompok besar (large/ macro group communication) adalah komunikasi yang :
- Ditujukan kepada efeksi komunikan
- Prosesnya berlangsung secara linear
Pesan yang disampaikan oleh komunikator dalam situasi komunikasi kelompok besar, ditujukan kepada efeksi komunikan, kepada hatinya atau kepada perasaannya, contoh untuk komunikasi kelompok besar adalah misalnya rapat raksasa di sebuah lapangan. Jika komunikan pada komunikasi kelompok kecil umumnya bersifat homogeny (antara lain sekelompok orang yang sama jenis kelaminnya, sama pendidikannya, sama status sosialnya), maka komunikan pada komunikasi kelompok besar umumnya bersifat heterogen : mereka terdiri dari individu-individu yang beraneka ragam dalam jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, agama, dan lain sebagainya.
Mereka yang heterogen dalam jumlah yang relatif sangat banyak dan berada disuatu tempat seperti disebuah lapangan seperti itu, dalam psikologi disebut massa yang dipelajari oleh psokilogi massa. Dalam situasi seperti itu, khalayak yang diterpa suatu pesan komunikasi masa menanggapinya lebih banyak dengan perasaan ketimbang pikiran. Mereka tidak sempat bepikir logis tidaknya pesan komunikator yang disampaikan kepadanya. Oleh karena pikiran didominasi oleh perasaan, maka dalam situasi kelompok besar terjadi apa yang dinamakan “cointagoin mentale” yang berarti wabah mental. Seperti halnya dengan wabah yang cepat menjalar, maka dalam situasi komunkasi seperti itu jika satu orang menyatakan sesuatu akan segera diikuti oleh anggota kelompok lainnya secara serentak dengan serempak. Misalnya orang yang berteriak : “ hidup bapak pembangunan “, diikuti oleh seluruh khalayak secara serentak : “ Hiduuuuuuuup “. [6]
Komunikator yang muncul dalam situasi kelompok besar yang menghadapi massa rakyat dinamakan orator atau retor, yang mahir memukau khalayak. Ia menyampaikan pesannya dengan suara keras dan lantang, nadanya bergelombang, tidak monoton, dan kata-katanya bombass. Khlayak tidak di ajak berpikir logis, melainkan perasaan gairah seperti halnya dengan pidato Hilter di Studium Neurenberg semacam perang Dunia II, dalam situasi komunikasi seperti itu terjadi apa yang di sebut atau penjalaran semangat yang bernyala-nyala, sejenis histeris atau hiptonis secara kolektif mempengaruhi pikiran dan tindakan.
Proses komunikasi kelompok besar bersifat linear, satu arah dari yang satu ke titik lain, dari komunikator ke komunikan. Tidak seperti komunikasi kelompok kecil yang seperti telah di terangkan tadi secara langsung secara sirkular, dialogis, bertanya jawab. Dalam pidato di lapangan amat kecil kemungkinannya terjadi dialog antara seorang orator dengan salah seorang khalayak massa.
Demikian paparan mengenai komunikasi yang terdiri dari komunikasi kelompok kecil/makro. Cirri-ciri dari klasifikasi kelompok diatas bersifat ekstrim, artinya diantara kedua akstrimitas itu terdapat modifikasi-modifikasi. Sebagai contoh komunikasi kelompok dalam bentuk sidang DPR. Dilihat dari jumlah komunikan yang relatif banyak jumlahnya dapat di masukkan kedalam jenis komunikasi kelompok besar, tetapi jelas mereka homogen. Oleh karena mereka homogen, maka contagion mentalnya tidak sampai berteriak seperti khalayak heterogen dilapanga, tetapi hanya sampai tepuk tangan.
Demikian pula denagn rapat mahasiswa, misalnya, meskipun termasuk komunikasi kelompok kecil yang bersifat rasional, ditujukan kepada kognisi, bisa juga terjadi dialog yang emosional. Dalam suatu komunikasi seperti itulah berperannya wibawa seorang komunikator dan pentingnya kemampuan berkomunikasi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tidak mengherankan kalau suatu istilah beda maknanya, begitu pula komunikasi dan di siplin ilmu social lainnya. Seperti telah di terangkan istilah diadik dan triadic dalam ilmu komunikasi adalah komunikasi antarpribadi, bukan komunikasi kelompok, sedangkan dalam social diad (dyad) dan triad adalah tiga orang yang secara berkelompok bertempat di suatu tempat, sedangkan bagi ilmu komunikasi, komunikasi diadik adalah komunikasi antara seseorang antara komunikator dengan seorang komunikan, dan komunikasi triadik adalah komunikasi antar seseorang komunikator dengan dua orang komunikan.
- Pengetian Kelompok
kelompok pada umumnya didefinisikan sebagai dua atau lebih orang yang memiliki suatu identitas bersama dan yang berinteraksi secara regular. Apapun bentuknya, kelompok social terdiri dari orang-orang yang memiliki kesadaran keanggotaan yang sama yang didasarkan pada pengalaman, loyalitas, dan kepentingan yang sama. Singkatnya mereka sadar tentang individualis mereka, sebagai anggota kelompok social yang secara sfisifik disadari sebagai “kita”.
- Pengetian Komunikasi Kelompok
Umumnya, disepakati bahwa jika jumlah pelaku komunikasi lebih dari tiga orang, cenderung dianggap komunikasi kelompok atau lazim disebut komunikasi kelompok saja. Sedangkan, komunikasi kelompok besar biasa di sebut sebagai komunikasi public atau komunikasi massa. Jumlah manusia pelaku komunikasi dalam komunikasi kelompok, besar atau kecilnya, tidak di tentukan secara matematis, tetapi bergantung pada ikatan emosioanal pada anggotanya.
[1] Onong uchjana, effendi. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi.Halm 70
[2] Onong uchjana, effendi. Halm 71
[3] Nurani, Soyomukti. Pengantar Ilmu Komunikasi. 2010. Yogyakarta : Ar-Ruzz madia. Hal. 173
[4] Onong, Uchjana Effendy. Ilmu Komunukasi Teori dan Praktek. Remaja Rosdakarya : Bandung. 1984. Halm 1
[5] Arni, Muhammad. Komunikasi Organisasi. Bumi Aksara. Jakarta. Halm 181