“PROBLEMATIKA
PENDIDIKAN ISLAM MASA KINI”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, pendidikan
Islam mempunyai peran yang sangat signifikan di Indonesia dalam pengembangan
sumber daya manusia dan pembangunan karakter, sehingga masyarakat yang tercipta
merupakan cerminan masyarakat islami.
Dengan demikian Islam benar-benar menjadi rahmat bagi
seluruh alam. Pendidikan Islam bersumber pada nilai-nilai agama Islam di
samping menanamkan atau membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai-nilai
tersebut.
Namun, hingga kini pendidikan Islam masih saja menghadapi
permasalahan yang komplek, dari permasalahan konseptual-teoritis, hingga
permasalahan operasional-praktis. Tidak terselesaikannya persoalan ini
menjadikan pendidikan Islam tertinggal dengan lembaga pendidikan lainnya, baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga pendidikan Islam terkesan
sebagai pendidikan “kelas dua”. Tidak heran jika kemudian banyak dari generasi
muslim yang justru menempuh pendidikan di lembaga pendidikan non Islam.
Ketertinggalan pendidikan Islam dari lembaga pendidikan
lainnya setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Pendidikan Islam sering terlambat merumuskan diri untuk merespon perubahan dan kecenderungan masyarakat sekarang dan yang akan datang.
- Sistem pendidikan Islam kebanyakan masih lebih cenderung mengorientasikan diri pada bidang-bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial ketimbang ilmu-ilmu eksakta semacam fisika, kimia, biologi, dan matematika modern.
- Pendidikan Islam tetap berorientasi pada masa silam ketimbang berorientasi kepada masa depan, atau kurang bersifat future oriented.
- Sebagian pendidikan Islam belum dikelola secara professional baik dalam penyiapan tenaga pengajar, kurikulum maupun pelaksanaan pendidikannya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
saja problematika pendidikan islam masa kini?
2.
Bagaimana
solusi problematika pendidikan islam masa kini?
C. Tujuan
1. Agar kita tahu apa saja
problem-problem pendidikan Islam masa kini
2. Agar kita tahu bagaimana solusi yang
tepat untuk mengatasi problematika pendidikan Islam masa kini
BAB II
PEMBAHASAN
A. Problematika Pendidikan Islam Masa
Kini
1.
Problem
Konseptual-Teoritis
Ketertinggalan pendidikan Islam ini
salah satunya dikarenakan oleh terjadinya penyempitan terhadap pemahaman
pendidikan Islam yang hanya berkisar pada aspek kehidupan ukhrawi yang terpisah
dengan kehidupan duniawi, atau aspek kehidupan rohani yang terpisah dengan
kehidupan jasmani.
Oleh karena itu, akan tampak adanya
pembedaan dan pemisahan antara yang dianggap agama dan bukan agama, yang sakral
dengan yang profan, antara dunia dan akhirat.
Cara pandang yang memisahkan antara
yang satu dengan yang lain ini disebut sebagai cara pandang dikotomi. Adanya
dikotomi inilah yang salah satu penyebab ketertinggalan pendidikan Islam.
Hingga kini pendidikan Islam masih memisahkan antara akal dan wahyu, serta
pikir dan zikir.Hal ini menyebabkan adanya ketidakseimbangan paradigmatik,
yaitu kurang berkembangnya konsep humanisme religius dalam dunia pendidikan
Islam, karena pendidikan Islam lebih berorientasi pada konsep ‘abdullah
(manusia sebagai hamba), ketimbang sebagai konsep khalifatullah (manusia
sebagai khalifah Allah).
Selain itu orientasi pendidikan
Islam yang timpang tindih melahirkan masalah-masalah besar dalam dunia
pendidikan, dari persoalan filosofis, hingga persoalan metodologis.
Di samping itu, pendidikan Islam
menghadapi masalah serius berkaitan dengan perubahan masyarakat yang terus
menerus semakin cepat, lebih-lebih perkembangan ilmu pengetahuan yang
hampir-hampir tidak memperdulikan lagi sistem suatu agama.
Kondisi sekarang ini, pendidikan
Islam berada pada posisi determinisme historik dan realisme. Dalam artian
bahwa, satu sisi umat Islam berada pada romantisme historis di mana mereka
bangga karena pernah memiliki para pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan besar
dan mempunyai kontribusi yang besar pula bagi pembangunan peradaban dan ilmu
pengetahuan dunia serta menjadi transmisi bagi khazanah Yunani, namun di sisi
lain mereka menghadapi sebuah kenyataan, bahwa pendidikan Islam tidak berdaya
dihadapkan kepada realitas masyarakat industri dan teknologi modern. Hal ini
pun didukung dengan pandangan sebagian umat Islam yang kurang meminati
ilmu-ilmu umum dan bahkan sampai pada tingkat “diharamkan”.
Terjadinya pemilahan-pemilahan
antara ilmu umum dan ilmu agama inilah yang membawa umat Islam kepada
keterbelakangan dan kemunduran peradaban, lantaran karena ilmu-ilmu umum
dianggap sesuatu yang berada di luar Islam dan berasal dari non-Islam.
Agama dianggap tidak ada kaitannya dengan
ilmu, begitu juga ilmu dianggap tidak memperdulikan agama.
Begitulah gambaran praktik
kependidikan dan aktivitas keilmuan di tanah air sekarang ini dengan berbagai
dampak negatif yang ditimbulkan dan dirasakan oleh masyarakat. Sistem
pendidikan Islam yang ada hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama saja. Di sisi lain,
generasi muslim yang menempuh pendidikan di luar sistem pendidikan Islam hanya
mendapatkan porsi kecil dalam hal pendidikan Islam atau bahkan sama sekali
tidak mendapatkan ilmu-ilmu keislaman.
2. Problem
Mendasar : Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Jarang ada
orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang
sekular-materialistik. Biasanya yang dijadikan argumentasi, adalah UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab II Pasal 3 yang berbunyi, “Pendidikan nasional bertujuan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Tapi perlu
diingat, sekularisme itu tidak otomatis selalu anti agama. Tidak selalu anti
“iman” dan anti “taqwa”. Sekularisme itu hanya menolak peran agama untuk
mengatur kehidupan publik, termasuk aspek pendidikan.
Jadi, selama agama hanya menjadi masalah pribadi
dan tidak dijadikan asas untuk menata kehidupan publik seperti sebuah sistem
pendidikan, maka sistem pendidikan itu tetap sistem pendidikan sekular,
walaupun para individu pelaksana sistem itu beriman dan bertaqwa (sebagai
perilaku individu).
Sesungguhnya
diakui atau tidak, sistem pendidikan kita adalah sistem pendidikan yang
sekular-materialistik. Hal ini dapat dibuktikan antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian
kesatu (umum) pasal 15 yang berbunyi: “Jenis pendidikan mencakup pendidikan
umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus”.
Dari pasal ini
tampak jelas adanya dikotomi pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan
umum. Sistem pendidikan dikotomi semacam ini terbukti telah gagal melahirkan
manusia yang berkepribadian Islam sekaligus mampu menjawab tantangan
perkembangan melalui penguasaan sains dan teknologi.
Secara
kelembagaan, sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui
madrasah, institut agama, dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama;
sementara pendidikan umum melalui sekolah dasar, sekolah menengah, kejuruan
serta perguruan tinggi umum dikelola oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan ilmu-ilmu kehidupan (iptek)
dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak berhubungan dengan agama.
Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting dari proses
pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar
sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan
dari seluruh aspek kehidupan.
Hal ini juga
tampak pada BAB X pasal 37 UU Sisdiknas tentang kurikulum pendidikan dasar dan
menengah yang mewajibkan memuat sepuluh bidang mata pelajaran dengan pendidikan
agama yang tidak proposional dan tidak dijadikan landasan bagi bidang pelajaran
yang lainnya.
Ini jelas tidak
akan mampu mewujudkan anak didik yang sesuai dengan tujuan dari pendidikan
nasional sendiri, yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
3. Problem-problem Cabang
Masalah-masalah cabang yang dimaksud
di sini, adalah segala masalah selain masalah paradigma pendidikan, yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan.
Masalah-masalah cabang ini tentu banyak sekali
macamnya, di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
Ø Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk
sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap.
Sementara laboratorium tidak standar,
pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak
sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
Ø Rendahnya Kualitas Guru
Keadaan
guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 tentang Sisdiknas yaitu merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
Walaupun
guru bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi guru
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas,
tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang
menjadi tanggung jawabnya.
Ø Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada
pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan sebesar Rp
3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5
juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp
10 ribu per jam.
Dengan
pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan
sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari,
menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa
ponsel, dan sebagainya.
Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak
lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam
pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan
memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang
berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah
khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi,
kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang
muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70
persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
B. Solusi Problematika Pendidikan Islam
Masa Kini
a.
Solusi
Problem Konseptual-Teoritis
Mencermati kenyatan tentang konsep
dikotomi pendidikan, maka mau tidak mau persoalan konsep dikotomi pendidikan
harus segera ditumbangkan dan dituntaskan, baik pada tingkatan
filosofis-paradigmatik maupun teknis departementel.
Pemikiran filosofis menjadi sangat penting,
karena pemikiran ini nanti akan memberikan suatu pandangan dunia yang menjadi
landasan ideologis dan moral bagi pendidikan.
Pemisahan antar ilmu dan agama
hendaknya segera dihentikan dan menjadi sebuah upaya penyatuan keduanya dalam
satu sistem pendidikan integralistik. Namun persoalan integrasi ilmu dan agama
dalam satu sistem pendidikan ini bukanlah suatu persoalan yang mudah, melainkan
harus atas dasar pemikiran filosofis yang kuat, sehingga tidak terkesan hanya
sekedar tambal sulam.
Langkah awal yang harus dilakukan
dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan “kerangka dasar
filosofis pendidikan” yang sesuai dengan ajaran Islam, kemudian mengembangkan
secara “empiris prinsip-prinsip” yang mendasari terlaksananya dalam konteks
lingkungan (sosio dan kultural) Filsafat Integralisme adalah bagian dari
filsafat Islam yang menjadi alternatif dari pandangan holistik yang berkembang
pada era postmodern di kalangan masyarakat barat.
Inti dari pandangan filsafat
integralistik ini adalah bahwa yang mutlak dan yang nisbi merupakan satu
kesatuan yang berjenjang, bukan sesuatu yang terputus sebagaimana pandangan
ortodoksi Islam. Pandangan Armahedi Mahzar, pencetus filsafat integralisme ini,
tentang ilmu juga atas dasar asumsi di atas, sehingga dia tidak membedakan
antara ilmu agama dan ilmu umum, ilmu Tuhan dan ilmu sekular, ilmu dunia dan
ilmu akhirat. Dari pandangan dia tentang kesatuan tersebut juga akan
berimplikasi pula pada pemikiran Armahedi pada permasalahan yang lain, termasuk
juga pendidikan Islam.
Bagi Armahedi, pendidikan Islam
haruslah menjadi satu kesatuan yang utuh atau integral. Baginya,
manusia-manuisa saat ini merupakan produk dari pemikiran Barat modern yang
mengalami suatu kepincangan, karena merupakan suatu perkembangan yang parsial.
Peradaban Islam adalah contoh lain.
Keduanya dapat ditolong dengan membelokkan arah perkembangannya ke arah
perkembangan yang evolusioner yang lebih menyeluruh dan seimbang. Hanya ada
beberapa sisi saja dari kehidupan manusia yang dikembangkan. Begitu juga halnya
dengan masyarakat yang ada, pada hakikatnya adalah cerminan dari satu sistem
pendidikan yang ada saat itu.
Masyarakat saat ini adalah masyarakat
materialis yang dapat dibina dengan menggunakan suatu mesin raksasa yang
bernama teknostruktur. Di sini ada satu link yang hilang, yaitu
spiritualisme. Dengan demikian, pendidikan sebagai produksi sistem ini haruslah
mengembangkan seluruh aspek dari manusia dan masyarakat sesuai dengan fitrah
Islam, yaitu tauhid.
Pandangan filosofis inilah yang
menjadikan pentingnya kajian terhadap pemikiran Armahedi Mahzar tentang sistem
pendidikan Islam integratif, karena permasalahan pendidikan sebenarnya terletak
pada dua aspek, filosofis dan praktis. Persoalan filosofis ini yang menjadi
landasan pada ranah praktis pendidikan. Ketika ranah filosofis telah terbangun
kokoh, maka ranah praktis akan berjalan secara sistematis. Dengan demikian,
filsafat integralisme nantinya akan menjadi landasan idiologis dalam
pengembangan sistem pendidikan integratif.
b.
Solusi
Problem Mendasar: Sekularisme sebagai Paradigma Pendidikan
Penyelesaian problem mendasar tentu
harus dilakukan secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan
perombakan secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan
sekular menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama.
Ibarat mobil yang salah jalan, maka
yang harus dilakukan adalah mengubah haluan atau arah mobil itu terlebih dulu,
menuju jalan yang benar agar bisa sampai ke tempat tujuan yang diharapkan. Tak
ada artinya mobil itu diperbaiki kerusakannya yang macam-macam selama mobil itu
tetap berada di jalan yang salah. Setelah membetulkan arah mobil ke jalan yang
benar, barulah mobil itu diperbaiki kerusakannya yang bermacam-macam.
Artinya, setelah masalah mendasar
diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan diselesaikan,
baik itu masalah rendahnya sarana fisik, kualitas guru dan kesejahteraan guru.
Solusi masalah mendasar itu adalah
merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah
menjadi asas Islam, bukan asas yang lain.
Bentuk nyata dari solusi mendasar
itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara
menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam.
Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya
adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang
menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan
pendidikan dan struktur kurikulum.
c.
Solusi
Problem-problem Cabang
Seperti diuraikan di atas, selain
adanya masalah mendasar, sistem pendidikan Islam di Indonesia juga mengalami
masalah-masalah cabang, antara lain:
·
Rendahnya
sarana fisik
·
Rendahnya
kualitas guru
·
Rendahnya
kesejahteraan gutu
Untuk mengatasi masalah-masalah
cabang di atas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
Ø Solusi sistemik.
yakni solusi dengan mengubah
sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan Islam. Seperti
diketahui sistem pendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang
diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam
konteks sistem ekonomi kapitalisme yang berprinsip antara lain meminimalkan
peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan
pendidikan.
Maka, solusi untuk masalah-masalah
cabang yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan seperti rendahnya
sarana fisik dan kesejahteraan guru berarti menuntut juga perubahan sistem
ekonomi yang ada. Akan sangat kurang efektif kita menerapkan sistem pendidikan
Islam dalam atmosfer sistem ekonomi kapitalis yang kejam.
Maka sistem kapitalisme saat ini wajib
dihentikan dan diganti dengan sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa
pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Ø Solusi teknis,
yakni solusi yang menyangkut hal-hal
teknis yang berkaitan langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk
menyelesaikan masalah kualitas guru.
Maka, solusi untuk masalah-masalah
teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas
sistem pendidikan.
Rendahnya kualitas guru, misalnya,
di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan
membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan
memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Problematika
Pendidikan Islam Masa Kini
·
Problem
Konseptual-Teoritis
Ketertinggalan
pendidikan Islam ini salah satunya dikarenakan oleh terjadinya penyempitan
terhadap pemahaman pendidikan Islam.
·
Problem Mendasar : Sekularisme sebagai
Paradigma Pendidikan
Jarang ada
orang mau mengakui dengan jujur, sistem pendidikan kita adalah sistem yang
sekular-materialistik.
·
Problem-problem Cabang meliputi : Rendahnya
kualitas sarana fisik, Rendahnya kualitas Guru, Rendahnya kesejahteraan Guru.
2. Solusi
Problematika Pendidikan Islam Masa Kini
·
Solusi problem konspetual-teoritis
Langkah awal yang harus dilakukan
dalam mengadakan perubahan pendidikan adalah merumuskan “kerangka dasar
filosofis pendidikan”.
·
Solusi problem mendasar: sekularisme sebagai
paradigm pendidikan
Melakukan perombakan secara
menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular menjadi
paradigma Islam.
·
Solusi problem-problem cabang
Ada dua solusi
untuk mengatasi problem ini yautu solusi
sistemik dan solusi teknis.