Minggu, 13 Oktober 2013

EKSISTENSI DARI LEMBAGA KEKUASAAN ORANGTUA


EKSISTENSI DARI LEMBAGA KEKUASAAN
 ORANGTUA
Makalah Hukum Perdata
oleh: Arjamudin
I.   PENDAHULUAN
Perkawinan menimbulkan hubungan hukum dengan anak yang dilahirkan, maka selanjutnya timbul kedudukan anak yang dilahirkan yang semuanya diatur dengan hukum. Dari hubungan dengan orang tua dan anak yang masih dibawah umur timbul hak dan kewajiban. Hak-hak dan kewajiban orang tua terhadap anak yang masih dibawah umur diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang Undang pokok perkawinan No.1 tahun 1974 dengan judul Kekuasaan Orang Tua.
Ketentuan hukum tentang kekuasaan orang tua dapat diperoleh dalam pasal 298 sampai 329 BW., terbagi dalam 3 bagian:
1.      Kekuasan orang tua terhadap diri anak ( pasal 298-306 BW )
2.      Kekuasan orang tua terhadap harta benda anak (PasaI307-319 BW)
3.      Hubungan orang tua dan anak tanpa memandang umur anak dan tak terbatas pada orang tua itu saja, tetapi meliputi pula nenek pihak ayah dan ibu (PasaI320-329 BW).
Kekuasaan orang tua adalah kekuasaan, kewajiban-kewajiban terhadap anak mereka yang sah yang masih dibawah umur sampai anak tersebut dewasa dan juga sampai anak tersebut melangsungkan perkawinan. Kekuasaan dan kewajiban menyangkut tentang diri pribadi ataupun mengenai harta kekayaan selama perkawinan berlangsung. Didalam menjalankan kewajiban, jika orang tua tersebut menjalankan tugasnya tidak secara wajar dan tidak sebagaimana mestinya maka orang tua tersebut dapat dipecat atau dibebaskan dari kekuasaan orang tua demi untuk kepentingan anak-anak.
Menurut pasal 299 BW selama perkawinan berlangsung maka selama anak-anak masih dibawah umur adalah berada dibawah kekuasaan orang tua. Selama salah seorang dari ayah dan ibu belum atau tidak dipecat dari kekuasaan orang tua.
Prinsip-prinsip Kekuasaan Orang Tua :
1.      Kekuasaan itu adalah kekuasaan kedua orang tua yang bersifat kolektif
2.      Kekuasaan itu hanya ada selama perkawinan berlangsung
3.      Kekuasaan itu berlangsung selama kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua orangtua terhadap anak-anaknya rnasih dilaksanakan secara wajar.
Menurut pasal 300 ayat 1 pada dasarnya kekuasaan dilakukan oleh suami. Dalam hal orang tua bercerai kekuasaan rnenjadi kekuasaan perwalian. Di dalam Undang-undang sebenarnya tidak memberikan perincian, maksud disini meliputi semua bidang si anak seperti memberi nafkah, mengenai harta kekayaan si anak dan menikmati hasil dari kekayaan si anak.
Dalam hal bapak tidak boleh melakukan kekuasaan orang tua itu maka ibulah yang melakukannya (pasal 300 ayat 2 BW). Sedang jika si ibu tidak dapat rnelakukan kekuasaan orang tua itu, maka pengadilanlah yang akan rnenentukan atau mengangkat seorang wali (Pasal 300 ayat 3 BW). Jadi sekalipun asasnya itu sama, akan tetapi sesungguhnya hal itu hanya merupakan kesamaan diatas kertas saja, sebab menurut pasal 300 ayat 1 BW yang melakukan kekuasaan orang tua itu adalah bapak.
Ketentuan ini diadakan oleh karena ada kekhawatiran, bahwa tidak akan ada persesuaian pendapatan antara bapak dan ibu, sehingga akhirnya hakimlah yang harus turut campur. Ikut campur pihak ketiga ini dirasakan kurang baik. Maka dari itu ditentukan bahwa bapaklah yang dapat menentukan tentang pendidikan dan memberikan nafkah kepada anaknya. Terhadap anak-anak luar kawin wajar tidak ada kekuasaan orang tua, sebab tidak ada perkawinan ( pasal 306 BW ).
II.            PEMBAHASAN
A.    Kekuasaan Orang Tua Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Kekuasaan orang tua menurut Undang-undang hukum perdata meliputi 3 bahagian yaitu:
1.      Kekuasaan orang tua terhadap diri anak
Pasal 299 BW menentukan bahwa selama perkawinan orang tua masih berlangsung, maka anak-anak berada dalam kekuasaan orang tua sampai anak itu menjadi dewasa, selama kekuasaan orang tuanya itu tidak dicabut (ontzet) atau dibebaskan (ontheving). Dengan demikian kekuasan orang tua itu mulai berlaku semenjak anaknya lahir atau semenjak pengesahan anak, dan akan berakhir apabila anak, menjadi dewasa, kecuali apabila perkawinan orang tua itu bubar atau kekuasaannya dicabut atau dibebaskan.
Apabila kita bertitik tolak dari pasal 299 BW diatas, maka sesungguhnya dari pasal itu dapat disimpulkan 3 asas yaitu :
a)      Kekuasaan orang tua berada pada kedua orang tua
Kekuasaan orang tua itu dimiliki oleh kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, tetapi lazimnya dilakukan oleh ayah, kecuali jika ia dicabut atau dibebaskan dari kekuasaan orang tua, atau berada dalam keadaan perpisahan meja dan ranjang. Ibu baru dapat menjalankan kekuasaan orang tua, apabila bapak tidak mampu melakukan kekuasaan itu seperti karena sakit keras, sakit ingatan,sedang berpergian, selama mereka tidak berada dalam keadaan perpisahan meja dan ranjang. Mana kala ibu juga tidak mampu melakukannya, maka oleh pengadilan negeri diangkatlah seorang wali.
b)      Kekuasaan orang tua hanya ada selama perkawinan mereka, apabila perkawinan bubar maka kekuasaan orang tua menjadi hapus.
Sebagaimana telah diketahui bahwa apabila perkawinan bubar, maka berakhirlah kekuasaan orang tua terhadap anak yang masih dibawah umur. Hal ini tiada lain dari konsekuensi clan menunjukkan asas bahwa kekuasaan orang tua hanya ada selama ada perkawinan orang tua itu sendiri.
Dengan perkataan lain apabila pada saat bubarnya perkawinan masih ada anak yang belum dewasa, maka pada saat itu kekuasaan orang tua menjadi perwalian yang akan ditunjuk berdasarkan kepentingan anak yang masih belum dewasa.
c)      Orang tua dapat dicabut kekuasaan orang tuanya atau dijelaskan atas alasan-alasan tertentu.
Di Indonesia pembatasan terhadap kekuasaan orang tua yang sekaligus merupakan sanksi bagi orang tua itu adalah pencabutan dan pembebasan kekuasaan orang tua. Di Indonesia karena belum ada hakim khusus untuk anak-anak, maka baik pencabutan ataupun pembebasan kekuasaan orang tua dimintakan kepada hakim perdata. Dan pencabutan itu dapat dilakukan bukan saja terhadap salah satu dari mereka, melainkan dapat keduanya baik terhadap salah seorang atau terhadap semua anak-anak.
2.      Kekuasaan orang tua terhadap harta benda anak
a)      Pengurusan
Pengurusan ada orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua, yang pada umumnya pada bapak dengan maksud agar anak itu diwakili dalam segala tindakannya yang masih dianggap tidak cakap. Pasal 307 BW mengatakan, bahwa siapa yang melakukan kekuasaan orang tua atas anak minderjarig mempunyai hak pengurusan atas harta benda anak itu. Perbuatan diatas membawa konsekuensi untuk memberikan perhitungan dan pertanggung jawaban. Hal ini sama dengan hal-hal didalam perwalian, akan tetapi dalam bidang perwalian anak tidak mempunyai hak hipotik terhadap barang-barang ayahnya, yang berbeda dengan diatur dalam perwalian.
Pasal 309 BW mengatakan, penguasaan oleh orang tua hanya dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan tentang pemindahan barang-barang anak yang masih minderjarig kedalam hal perwalian. Pelaksanaan pengurusan itu terikat kepada ketentuan-ketentuan tentang perwalian dalam menjalankan penguasaan atas barang-barang anak itu. Baru kalau pelaksanaan pengurusan itu tidak ada karena suatu sebab, maka pengurusan itu jatuh pada orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua.
b)      Menikmati Hasil
Pasal 311 ayat 1 BW mengatakan, bahwa bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian mendapat penikmatan hasil atas harta benda anak-anak itu. Ayat 2 menentukan bahwa jika kedua orang tua dihentikan dari kekuasaan orang tua atau perwalian, maka kedua orang tua yang berikutnya yang akan memperoleh kenikmatan hasil atas kekayaan anak-anak minderjarig itu.
Pasal 311 ayat 3 BW mengatakan bahwa jika salah seorang orang tua itu meninggal dunia atau dicabut dari kekuasaan orang tua atau perwalian dan kemudian orang tua yang berikutnya yang melakukan kekuasaan orang tua dihentikan atau dibebaskan maka penghentian atau pembebasan itu tidak mempengaruhi kenikmatan hasilnya. Penikmatan keuntungan adalah suatu hak pribadi yang tidak dapat dipindah tangankan kepada orang lain dan merupakan suatu hak atas harta benda anak yang diperoleh orang tua, sedang isinya adalah apa yang dihasilkan oleh harta benda anak itu, sesudah dikurangi dengan bebanbeban yang melekat pada harta benda itu.
3.      Tentang kewajiban timbal balik antara orang tua dan keluarga sedarah dengan anak.
Pertama-tama perlu diketahui ialah bahwa seorang anak tidak perduli berapa umumya wajib hormat dan tunduk kepada orang tuanya (pasal 298 BW). Yang penting benar dalam bagian hubungan orang tua dan anak ini adalah kewajiban orang tua dalam memberikan nafkah. Selama anak ini masih minderjarig, maka orang tua wajib memberikan nafkah dan penghidupan kepada anak itu. Akan tetapi disamping itu antara orang tua dan anak, demikian pula antara keluarga sedarah yang lain dalam garis lurus keatas maupun kebawah ada kewajiban timbal balik untuk pemberian nafkah dan penghidupan. Terhadap kewajiban ini orang tua tidak diwajibkan memberikan suatu kedudukan yang tetap dengan memberikan segala persediaan dalam perkawinan atau dengan cara lain (pasal 320 BW).
B.     Kekuasaan Orang Tua Menurut Undang-undang Pokok Perkawinan No. 1 Tahun 1974
Apabila suatu perkawinan memperoleh keturunan, maka perkawinan tersebut tidak hanya menimbulkan hak dan kewajiban antara suami dan istri yang bersangkutan, akan tetapi juga menimbulkan hak dan kewajiban antara suami istri sebagai orang tua dan anak-anaknya. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak-anak ini dalam Undang-undang No.1 tahun 1974 diatur dalam pasal 45 sampai 49. Dalam pasal 45 ditentukan bahwa kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Kewajiban ini berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua itu putus.
Disamping kewajiban untuk memelihara dan mendidik tersebut, orang tua juga menguasai anaknya yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pemah melangsungkan perkawinan. Kekuasaan orang tua ini meliputi juga untuk mewakili anak yang belum dewasa ini dalam melakukan perbuatan hukum didalam dan diluar pengadilan (pasal 47).
Meskipun demikian kekuasaan orang tua ada batasnya yaitu tidak boleh memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap milik anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. Kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya ( pasal 48 ). Kekuasaan salah seorang atau kedua orang tua terhadap anaknya dapat dicabut untuk waktu tertentu, apabila ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Pencabutan kekuasaan orang tua terhadap seorang anaknya ini dilakukan dengan keputusan pengadilan atas permintaan orang tua yang lain keluarga dalam garis turns keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau penjabat yang berwenang.
Kekuasaan orangtua yang dicabut ini tidak termasuk kekuasaan sebagai wali nikah. Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, namun mereka masih tetap kewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan anaknya tersebut (pasal 49). Sebaliknya, anak tidak hanya mempunyai hak terhadap orang tuanya, akan tetapi juga mempunyai kewajiban.
Kewajiban anak yang utama terhadap orang tuanya adalah menghormati dan mentaati kehendak yang baik dari orang tuanya. Dan bila mana anak telah dewasa ia wajib memelihara orang tuanya dengan sebaik-baiknya menurut kemampuannya. Bahkan anak juga berkewajiban untuk memelihara keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka ini memerlukan bantuannya (pasal 46).
a)      Syarat-syarat pencabutan kekuasaan orang tua
                                i.            Permintaannya harus diajukan oleh:
o   Orang tua yang lain
o   Keluarga saudara atau periparan sampai derajat keempat
o   Dewan perwalian
o   Kejaksaan
                              ii.            Pencabutan ini hanya dalam hal-hat tertentu yaitu dalam hal-hal :
o   Penyalah gunaan kekuasaan orang tua. Seperti sangat mengabaikan kewajiban untuk pemberian pendidikan dan pemeliharaan.
o   Tingkah laku yang jelek, yang terserah kepada hakim untuk menentukan batasbatasnya
o   Bila mana dijatuhi hukuman oleh karena melakukan kejahatan yang sengaja dilakukan bersama-sama dengan anak itu.
o   Bila mana dijatuhi hukum karena suatu kejahatan yang dilakukan terhadap anak itu
o   Dijatuhi hukuman badan lebih dari 2 tahun lamanya.
Akibat pemecatan kekuasaan orang tua, yang kekuasaannya dipecat mempunyai kewajiban untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya yaitu untuk penghidupan dan pendidikan anak-anak. Orang tua yang dipecat kekuasaannya tetap harus menyerahkan sejumlah biaya tertentu kepada dewan perwalian yang jumlahnya ditetapkan oleh hakim. Orang tua yang dipecat dapat kembali dalam kedudukannya atas kemauan sendiri atau atas tuntutan pihak kejasaan. Orang tua yang memegang kekuasaan dapat meminta supaya dilepaskan dari kekuasaan orang tua tersebut jika ia merasa tidak mampu untuk menjalankan tugasnya dan kepentingan si anak tidak dipenuhi. Dengan pelepasan itu dasar untuk mengajukan permohonan kekuasaan adalah ketidakmampuan orang tua untuk memelihara dan mendidik anaknya.
b)      Berakhirnya kekuasaan orang tua pada kondisi sebagai berikut:
                                i.            Meninggalnya orang tua tersebut
                              ii.            Putusnya perkawinan kedua orang tua
                            iii.            Di pecat orang tua dan kekuasaan orang tua
                            iv.            Dilepaskannya orang tua dan kekuasaan orang tua
                              v.            Sampai anak berusia dewasa
                            vi.            Kawinnya sianak
c)      Pada pelepasan yang berhak mengajukan tuntutan adalah:
                                i.            Dewan perwalian
                              ii.            Penuntut umum
d)     Pemecatan dilakukan atas permohonan sebagai berikut
                                i.            Orang tua yang tidak memegang kekuasaan orang tua
                              ii.            Salah seorang dan keluarga sedarah dan anak itu sampai derajat yang keempat
                            iii.            Dewan perwalian
                            iv.            Penuntut umum
 III.            KESIMPULAN
·         Kekuasaan orangtua terbagi 3 bagian:
a.       Kekuasaan orangtua terhadap diri anak
b.      Kekuasaan orangtua terhadap harta benda anak
c.       Tentang kewajiban timbal balik antara orangtua dan keluarga sedarah dengan anak.
·         Kewajiban anak yang utama terhadap orang tuanya adalah menghormati dan mentaati kehendak yang baik dari orang tuanya. Dan bila mana anak telah dewasa, ia wajib memelihara orang tuanya dengan sebaik-baiknya menurut kemampuannya.
·         Kekuasaan orang tua yang dipecat dikarenakan orang tua tidak menjalankan hak dan kewajiban sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Subekti R. ,1983,  Pokok-Pokok Hukum Perdata., Cetakan XVII, Penerbit Intermasa, Jakarta.
Subekti R. ,Tjitrosudibjo., 1992, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan XXV, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.
-------------,2012, Hukum Keluarga., Cetakan Pertama, Penerbit Pustaka Yustisia, Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com