KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL
KOMUNIKASI VERBAL
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa
dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005).
Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan
untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan
dipahami suatu komunitas.
Jalaluddin
Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal.
Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama
untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama,
karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara
anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal,
bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat
dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan
bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.
Kalimat dalam bahasa Indonesia Yang berbunyi ”Di mana saya dapat menukar
uang?” akan disusun dengan tatabahasa bahasa-bahasa yang lain sebagai
berikut:
· Inggris: Dimana dapat saya menukar beberapa uang? (Where can I change some money?).
· Perancis: Di mana dapat saya menukar dari itu uang? (Ou puis-je change de l’argent?).
· Jerman: Di mana dapat saya sesuatu uang menukar? (Wo kann ich etwasGeld wechseln?).
- Spanyol: Di mana dapat menukar uang? (Donde puedo cambiar dinero?).
Tatabahasa
meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi
merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis
merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik
merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut
Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga
fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi
informasi.
- Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
- Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
- Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
· Mengenal
dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang
menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa
lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
· Berhubungan
dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain
untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai
tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita,
termasuk orang-orang di sekitar kita.
· Untuk
menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita
untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita,
kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.
Keterbatasan Bahasa:
· Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata
adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang,
benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata
tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas,
tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada
dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
· Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata
bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan
interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang
sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.
· Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa
terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai
kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak
mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir
sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun
dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya
yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka
menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.
Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis
yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna
yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita
memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme
terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status
sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya
mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya
tidak ada isomorfisme total.
· Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam
berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran
(dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan
persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang
pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi?
Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah
melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang
sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah
sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis,
maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai
selingan di antara jam-jam kerjanya.
Ketika
kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk
lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding).
Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik
(lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan
dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya,
bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan
dan kesalahpahaman.
___________________
*
Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif.
Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang
kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang
dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna
yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional (lihat
Onong Effendy, 1994, h. 12)
Daftar Pustaka:
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.
KOMUNIKASI NONVERBAL
Komunikasi
nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal.
Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa
komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis
komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam
kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling
melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
- Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
Pesan
fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit
sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan,
kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers
(1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut:
a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan
taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek
penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau
tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan
intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah
mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan
sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang
pengertian.
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
Pesan
postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat
disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak
sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang
diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power
mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat
membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur
orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara
emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda
tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
- Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
- Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
- Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
- Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat
penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan
emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi
tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda,
dan tanpa perhatian.
Bau-bauan,
terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan
orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka,
mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan
jenis.
Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
- Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
- Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
- Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
- Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
- Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:
a. Factor-faktor
nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal.
Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak
menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada
gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat
petunjuk-petunjuk nonverbal.
b. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
c. Pesan
nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari
penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur
oleh komunikator secara sadar.
d. Pesan
nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk
mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif
artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna
pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi
repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
e. Pesan
nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan
dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien.
Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity,
dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran
kita secara verbal.
f. Pesan
nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi
komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi
secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu
kepada orang lain secara implisit (tersirat).
Daftar pustaka:
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar