BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar belakang masalah ini adalah untuk membantu kita dalam memperbanyak pengetahuan tentang filsafat umum, dan yang terkhusus ialah Filsafat Helenisme. Untuk ini kami akan mencoba menyampaikan apa itu Filsafat Helenisme, Fase Helenisme, Periode Etik dan Periode Relegi.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa tujuan mempelajari filsafat helenisme ?
B. Apa pengertian filsafat helenisme ?
C. Ada berapa macam pembagian Nasikh itu sendiri ?
D. Apa sebab terjadianya Nasikh dan Mansukhh ?
C. TUJUAN
A. Agar mengetahui tentang filsafat helenisme.
B. Agar dapat mengetahui priode etik.
C. Mengklasifikasikan pandangan antar aliran.
D. Mengetahui priode religi.
D. MANFAAT
A. Dapat mengetahui pengertian filsafat helenisme
B. Dapat mengetahui tokoh-tokoh pilsafat helenisme
C. Dapat memahami antar pendapat para tokoh filsafat helenisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILASFAT HELENISME
Sebelum lahirnya filsafat islam, baik di dunia Timur maupun di dunia Barat telah terdapat bermacam-macam alam pikiran.
Sebelum melangkah lebih jauh membahas tentang pemikiran filsafat helenisme, tentunya akan lebih baik jika kita memahami terlebih dahulu apa itu filsafat dan apa itu helenisme, agar pembahasan ini dapat difahami secara sistematis dan secara kronologis.
Berbicara tentang filsafat, sebenarnya kita sedang berbicara mencari hakikat sesuatu. Dan sesuatu inilah yang pada akhirnya menjadi objek pembahasan filsafat, yaitu hakikat Tuhan, hakikat Manusia dan hakikat Alam. Diawali dari rasa ingin tahu akan hakikat sesuatu, dan rasa ketidak pastian atau ragu-ragu, seseorang secara terus menerus berfikir untuk mencari jawabannya. Maka upaya seseorang untuk mencari hakikat inilah sebenarnya ia sedang berfilsafat. Dan upaya–upaya untuk menyingkap hakekat segala sesuatu yang wujud, telah lama dilakukan oleh bangsa Yunani.
Salah satu pendapat mengatakan bahwa filsafat berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata yaitu Philein yang berarti cinta dan Shopos yang berarti hikmat, kebijaksanaan (wisdom).
Filosop Yunani, seperti Plato misalnya memberikan definisi filsafat sebagai suatu pengetahuan tentang segala sesuatu. Sedangkan Aritoteles beranggapan, bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
Yunani adalah sebuah Negara di Eropa yang telah memiliki pemikiran peradaban yang maju sejak berabad-abad tahun yang lalu (Yunani kuno).
Jadi pemikiran filsafat helenisme adalah filsafat Yunani untuk mencari hakikat sesuatu atau sebuah pemikiran untuk mencari suatu kebenaran yang terjadi pada masa Yunani kuno. Nah bagaimanakah pemikiran filsafat helenisme tersebut, secara singkat akan dibahas di makalah ini.
B. FASE HELENISME
Yang dimaksud fase Helenisme adalah fase dimana pemikiran filsafat hanya dimiliki orang-orang Yunani, yaitu sejak abad ke-6 atau ke-5 sebelum Masehi sampai akhir abad ke-4 sebelum Masehi.[1]
C. PERIODE ETIK
Periode ini terdiri dari tiga sekolah filsafat, yaitu Epikuros, Stoa dan Skeptis. Nama sekolah yang pertama diambil dari kata pembangun sekolah itu sendiri, yaitu Epikuros. Adapun nama sekolah yang kedua diambil dari kata”stoa” yang berarti ruang. Sedangkan nama skeptis diberikan karena mereka kritis terhadap para filosof klasik sebelumnya. Ajarannya dibangun dari berbagai ajaran lama, kemudian dipilih dan disatukan. Untuk lebih jelasnya, dari ketiga macam sekolah tersebut, pemakalah akan merincinya satu-persatu.
D. EPIKUROS DAN AJARAN-AJARANNYA PADA MASA ETIK
Epikuros dilahirkan di samos pada tahun 341 SM. Pada tahun 306 ia mulai belajar di Athena, dan di sinilah ia meninggal pada tahun 270. Menurut pendapatnya ketakutan kepada agama itulah yang menjadi penghalang besar untuk memperoleh kesenangan hidup. Dari sini dapat diketahui bahwa Epikuros adalah penganut paham Atheis.
Epikuros adalah seorang filosof yang menginginkan arah filsafatnya untuk mencapai kesenangan hidup. Oleh karena itu tidak heran jika filosof yang satu ini menganut paham atheis. Hal ini semata-mata ia lakukan untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna, tanpa ada yang membatasi. Menurutnya pendapat Epicuros, filsafat harus merintis jalan kearah mencapai kesenangan hidup. Ia membagi filsafat dala tiga bagian, yaitu logika, fisika, dan etika. Pelajaran fisika yang diberiak kepada murid-muridnya didasarkan kepada ajaran logikannya, dan fisika merupakan landasan etika.[2]
1) Ajaran Logika
yang dimaksud dengan logika oleh Epikuros adalah” Kanonika”, sebagai norma yang membangun pengetahuan. Norma dan kreteria adalah sesuatau yang terpandang, karena segala macam pandangan adalah benar, benar pula jiwa orang yang memandang. Bakan, pandangan orang gila pun merupakan kebenaran.sesuai dengan pendapat Demokritos, ia mengatakan bahwa pandangan itu tidak lain dari cetakan atau gambaran barang yang sudah ada. contohnya atom
2) Fisika.
Teori fisika yang ia ciptakan adalah untuk membebaskan manusia dari kepercayaan pada dewa-dewa. Ia berpendapat bahwa dunia ini bukan dijadikan dan dikuasai dewa-dewa, melainkan digerakkan oleh hukum-hukum fisika. Maka hidup itu adalah barang sementara yang tidak ternilai harganya.
Oleh sebab itu, menurutnya hidup adalah untuk mencari kesenangan.
3) Etik.
Ajaran etik epikuros tidak terlepas dari teori fisika yang ia ciptakan. Pokok ajaran etiknya adalah mencari kesenangan hidup. Kesenangan hidup ialah barang yang paling tinggi nilainya. Kesenangan hidup berarti kesenangan badaniah dan rohaniah. Badan terasa enak, jiwa terasa tentram. Yang paling penting dan mulia menurutnya ialah kesenangan jiwa.
Dari ketiga ajaran Epikuros, jika diaktualisasikan ke dalam agama Islam maka akibatnya bisa fatal sekali. Seorang muslim akan menjadi atheis ketika mengikuti ajaran Epikuros ini. Di sinilah bahaya filsafat jika kita telan mentah-mentah tanpa ada proses penyaringan terlebih dahulu. Apalagi jika tidak dilandasi dengan akidah yang kuat.
E. STOA (340 SM)
Pendirinya adalah Zeno dari Kition. Ia dilahirkan di Kition pada tahun 340 sebelum Masehi. Awalnya ia hanyalah seorang saudagar yang suka berlayar. Suatu ketika kapalnya pecah di tengah laut. Dirinya selamat, tapi hartanya habis tenggelam. Karena itu entah mengapa ia berhenti berniaga dan tiba-tiba belajar filsafat. Ia belajar kepada Kynia dan Megaria, dan akhirnya belajar pada academia di bawah pimpinan Xenokrates, murid Plato yang terkenal.[3]
Setelah keluar ia mendirikan sekolah sendiri yang disebut Stoa. Nama itu diambil dari ruangan sekolahnya yang penuh ukiran Ruang, dalam bahasa Grik ialah “Stoa”. Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Ajarannya tidak jauh beda dengan Epikuros yang terdiri dari tiga bagian, yaitu logika, fisika dan etik.
1. Logika : Menurut kaum Stoa, logika maksudnya memperoleh kriteria tentang kebenaran.
2. Fisika : kaum Stoa tidak saja memberi pelajaran tentang alam, tetapi juga meliputi teologi. Zeno sebagai pendiri Stoa, menyamakan Tuhan dengan dasar pembangun. Dasar pembangun ialah api yang membangun sebagai satu bagian daripada alam.
3. Etik. Inti dari filsafat Stoa adalah etiknya. Maksud etiknya itu ialah mencari dasar-dasar umum untuk bertindak dan hidup yang tepat. Kemudian malaksanakan dasar-dasar itu dalam penghidupan. Kaum Stoa juga berpendapat bahwa tujuan hidup yang tertinggi adalah memperoleh “harta yang terbesar nilainya”, yaitu kesenangan hidup. Kemerdekaan moril seseorang adalah dasar segala etik pada kaum Stoa.[4]
F. SKEPTIS
Skeptis artinya ragu-ragu. Mereka ragu-ragu untuk menerima ajaran-ajaran yang dari ahli-ahli filsafat sebelumnya.
Aliran ini lahir kira-kira seumur orang sesudah Plato meninggal.
Dua ucapan yang bertentangan tentang sesuatu, mestilah satu yang benar dan yang lainnya salah. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu kriteria tentang kebenaran. Kriteria itulah yang tidak ada. Di masa Helen-Romawi ada dua sekolah Skeptis. Kedua-duanya sama pendiriannya, keduanya ragu-ragu tentang ajaran kaum klasik yang menyatakan bahwa kebenaran dapat diketahui. Tetapi dalam hal apa yang dimaksud dengan sikap ragu-ragu itu, kedua sekolah itu berbeda pahamnya. Sekolah yang satu disebut kaum skeptis aliran Pyrrhon dari Elis. Pyrrhon lahir pada tahun 360 SM dan meninggal pada tahun 270 SM. Sekolah yang kedua disebut Skeptis Akademia, karena aliran ini lahir dalam Akademia yang didirikan oleh Plato. Aliran ini lahir kira-kira seumur orang sesudah Plato meninggal. Untuk lebih lengkapnya, mari kita tinjau satu-persatu.
1. Skeptis Pyrrhon
Skeptisisme sebagai ajaran dari berbagai madzhab, dikemukakan pertama kali oleh Pyrrhon, yang pernah menjadi seradu dalam pasukan Alexandros, dan pernah bertugas bersama pasukan itu sampai ke India. Sampai di India ia mempelajari mistik India. Tidak begitu mendalam, tatapi cukup baginya untuk menentukan jalan pikirannya. Tatkala ia kembali ke Elis, kota tempat ia lahir, didirikannya sekolah filsafat. Muridnya cukup banyak. Ia sendiri tidak pernah menuliskan filsafatnya. Tatapi ajarannya itu diketahui orang dari uraian-uraian para pengikutnya.
Menurut Pyrrhon, kebenaran tidak dapat diduga. Kita harus sangsi terhadap sesuatu yang dikatakan orang benar. Apa yang orang terima sebagai kebenaran, hanya berdasarkan kepada kebiasaan yang diterima dari orang ke orang. Rupanya saja “benar”. Karena itu orang harus sangsi terhadap hasil pikiran yang disebut benar. Pikiran itu sendiri saling bertentangan. Hal ini cukup ternyata dalam pengalaman.
Dari dua ucapan yang bertentangan tentang sesuatu, mestilah satu yang benar dan yang lainnya salah. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu kriteria tentang kebenaran. Kriteria itulah yang tidak ada. Oleh karena itu kebenaran tidak dapat diketahui. Maka dari itu, menurut Pyrrhon, seorang cerdik pandai hendaklah menguasai diri jangan memberi keputusan. Menjauhkan diri dari sikap memutus adalah jalan yang ditunjukkan Pyrrhon untuk mencapai kesenangan hidup.
2. Skeptis Akademia
Meskipun sekolah ini didirikan oleh Plato, tetapi generasinya tidak lagi mengusung ajaran-ajaran Plato. Para pengikut Plato, terutama di bawah pengaruh Arkesilaos lebih mengutamakan ajaran Plato yang bersifat negatif. Ajaran Arkesilaos berpangkal kepada ajaran Plato yang mengatakan bahwa dunia yang kelihatan ini adalah gambaran saja dari yang asli, bahwa pengetahuan yang didapat dari penglihatan dan pemandangan adalah bayangan pengetahuan, bukan gambaran dari pengetahuan yang sebenarnya. Pengetahuan yang sebenarnya tidak tercapai oleh manusia.
Arkesilaos dan para pengikutnya tidak sejauh kaum sketis Pyrrhon menolak kemungkinan mencapai kebenaran. Mereka terutama menolak dogma-dogma yang dikemukakan oleh kaum Epikuros dan kaum Stoa, bahwa segala pengetahuan berdasarkan pemandangan. Mereka tidak menolak sama sekali kemungkinan untuk mencapai pengetahuan. Norma pengetahuan itu ialah “kemungkinan”. [5]
Kaum Skeptis aliran Arkesilaos berpendapat bahwa cita-cita orang bijaksana ialah bebas dari berbuat salah.
Ketika Arkesilaos talah meninggal, ajaran itu dihidupkan lagi oleh Karneades. Ia mengatakan bahwa kriteria bagi kebenaran tidak ada. Pemandangan-pemandangan tak pernah dapat membedakan dengan shahih pandangan yang benar dan pandangan salah.
Sebagai pegangan dalam hidup sehari-hari dikemukakan oleh Karneades tiga tingkat “kemungkinan.” Pertama, pemandangan itu mungkin benar. Kedua, kemungkinan itu tidak dapat dibantah. Ketiga, kemungkinan itu tidak dapat dibantah dan telah ditinjau dari segala sudut.
G. PRIODE RELEGI
Pada masa etik, agama itu dianggap sebagai sesuatu belenggu yang menanam rasa takut dalam hati manusia. Karena itu agama dipandang sebagai suatu penghalang untuk memperoleh kesenangan hidup. Dan tujuan filsafat menurut Epikuros dan Stoa harus merintis jalan ke arah mencapai kesenangan hidup.
Didorong oleh perasaan dan keadaan bangsa Yunani dan bangsa lainnya yang senantiasa merasa tertekan di bawah kekuasaan kerajaan Roma, maka ajaran Etik tidak dapat memberikan jalan keluar. Kemudian perasaan agamalah yang akhirnya muncul sesudah beberapa abad terpendam dapat mengobati jiwa yang terluka. Mulai dari sinilah pandangan filsafat berbelok arah, dari otak turun ke hati.
Perasaan mistik tidak dapat dipupuk dengan pikiran yang rasional, melainkan dengan jiwa yang murni. Pada periode ini, ada tiga aliran yang berperan, yaitu aliran Neo-Pythagoras, aliran Philon, aliran Plotinus atau Neo-Platonisme. Tetapi di sini kami hanya menjelaskan dua aliran saja, yaitu Neo Pythagoras dan Philon. [6]
1. Aliran Neo Pythagoras
Dinamakan Neo Pyithagoras karena ia berpangkal pada ajaran Pyithagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Yang mengajarkannya ialah mula-mula ialah Moderatus dan Gades, yang hidup dalam abad pertama tahun masehi. Ajaran itu kemudian diteruskan oleh Nicomachos dari Gerasa.
Untuk mendidik perasaan cinta dan mengabdi kepada Tuhan, orang harus menghidupkan dalam perasaannya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Makin besar jarak itu makin besar cinta kepada Tuhan. Dalam mistik ini, tajam sekali dikemukakan perbedaan antara Tuhan dan manusia, Tuhan dan barang. Bedanya Tuhan dan manusia digambarkan dalam mistik neo Pythagoras sebagai perbedaan antara yang sebersih-bersihnya dengan yang bernoda. Yang sebersih-bersihnya adalah Tuhan, yang bernoda ialah manusia.
2. Aliran Philon Alexandreia
Alexandria terletak di Mesir. Di sana bertemu antara filsafat Yunani yang bersifat intelektualis dan rasionalis, dan pandangan agama kaum Yahudi yang banyak mengandung mistik..
Yang menjadi pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan manusia dengan Tuhan. Baginya Tuhan itu Maha Tinggi tempatnya. Tuhan hanya dapat diketahui oleh kata-kata-Nya yang terdapat dalam kitab suci, dari alam dan dari sejarah. Tuhan sendiri tidak dapat diketahui oleh manusia dengan panca inderanya.
Karena Tuhan itu begitu tinggi kedudukannya, perlulah ada perantara yang menghubungkan Tuhan dengan alam. Makhluk terutama yang terdekat dengan Tuhan ialah “Logos”. Logos itu ialah sumber dari segala cita-cita yang sebagai pikiran Tuhan. Logos juga beredar dalam dunia yang nyata sebagai penjelmaan dari akal Tuhan. Kewajiban manusia yang pertama, menurut mereka, ialah mengasuh jiwa mendekati Tuhan. [7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola fikir filsafat helenisme Yunani pasca Aristoteles. Diantaranya : Epikuros, Stoa, dan Skeptis dari periode etik. Kemudian ada juga Neo Pythagoras, Philon dan Plotinus dari periode religi.
- Epikuros: Ia adalah filosof yang memuja kesenangan hidup, ia menafikan dan menihilkan peran Tuhan di dunia. Menurutnya Tuhan hanya menjadi penghalang untuk menikmati kesenangan hidup di dunia. Karena itu, Epikuros adalah salah satu filosof yang beraliran atheis.
- Stoa: Tujuan utama dari ajaran Stoa adalah menyempurnakan moral manusia. Kriterianya tentang kebenaran relatif sama dengan Epikuros yang mengatakan bahwa pemandangan adalah kriteria setinggi-tingginya untuk mencapai kebenaran.
- Skeptis: Mereka adalah madzhab filsafat yang ragu-ragu terhadap ajaran-ajaran klasik. Menurut mereka, kebenaran tidak dapat diduga. Dan untuk memutuskan mana yang benar dan mana yang salah dalam pertentangan pendapat yang begitu banyak, perlulah ada suatu kriteria tentang kebenaran. Kriteria itulah yang tidak ada.
- Neo Phytagoras: Ajarannya berpangkal pada Pythagoras yang mendidik kebatinan dengan belajar menyucikan roh. Mereka juga meyakini bahwa jiwa ini akan hidup selama-lamanya dan pindah-pindah dari angkatan makhluk turun temurun. Kepercayaan inilah yang disebut dengan inkarnasi.
· Philon Alexandreia: Ia adalah seorang pendeta Yahudi, karenanya filsafat yang dipelajarinya terpengaruh oleh pandangan agama. Yang menjadi pokok pandangan filsafatnya ialah hubungan manusia dengan Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986, cet. 3.
Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat; dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, cet. 2.
Abd. Rachman Assegaf Dr., Studi Islam Kontekstual, Yogyakarta: Gama Media, 2005, Cet. 1
Panut Panuju, Kuliah Filsafat Islam, Lampung : Gunung Pesagi, 1994
[2] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat; dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, cet. 2.
[5] Bertrand Russell, Sejarah Filsafat Barat; dan kaitannya dengan kondisi sosio-politik dari zaman kuno hingga sekarang, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Hlm.213-216
[7] Mohammad Hatta, Alam Pikiran Yunani, Jakarta: Tintamas, 1986 hlm.78-79
0 komentar:
Posting Komentar