KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun dan menyajikan makalah yang berisi
tentang Pers Pancasila salah satu tugas kuliah. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Adi Iqbal, S.Sos selaku dosen mata kuliah
Sejarah Pers Nasional yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis dalam
proses penyusunan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan
dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
Penulis
juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan
pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud
penulis.
Jambi, 29
Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Seiring dengan laju perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi, pers di Indonesia mengalami perkembangan yang demikian pesat.
Liberalisasi dan globalisasi pun ternyata ikut andil bagi pergerakan pers di
Indonesia.
Pers Pancasila di jadikan sebagai pedoman bagi
perkembangan pers di Indonesia. Seiring berkembangnya waktu, keberadaan pers di
Indonesia masa orde reformasi ini, mulai kehilanag arah dan pedoman. Mengingat
keberadaan pancasila yang hingga saat ini masih berfungsi sebagai dasar
filsafat kehidupan berbangsa dan bernegara, maka tidak ada salahnya jika kita
menengok kembali kepada Pancasila untuk mendapatkan pedoman serta arahan bagi
perkembangan Pers di Indonesia.
B.
PERUMUSAN MASALAH
Dalam menyusun
makalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah yang berkaitan dengan :
1.
Pengertian Pers
2.
Pengertian Pancasila
3.
Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia
4.
Teori Per Pancasila
C.
TUJUAN
PENULISAN
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagi
berikut :
- Untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai masalah yang diangkat dalam makalah.
- Untuk memberikan kedisiplinan dan tanggung jawab dalam pembuatan makalah.
D.
METODE
PENULISAN
Dalam menyusun makalah
ini, penulis menggunakan metode literatur yaitu dengan browsing data
di internet sesuai pembahasan. Dikarenakan penulis mengalami kesulitan untuk
mendapatkan buku yang membahas tentang pers Pancasila.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan
dalam penyusunan makalah ini, yaitu sebagai berikut :
BAB
I PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas
mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, meteode penulisan
dan sistematika penulisan.
BAB
II PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas mengenai definisi pengertian Pers, Pengertian
Pancasila, Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia, dan Teori Pers Pancasila.
BAB
III PENUTUP
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PERS
Istilah “pers”
berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara
harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara
tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publication).
Dalam perkembangannya pers
mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian luas dan pers dalam
pengertian sempit. Dalam pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi
massa, seperti radio, televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/
menyebarkan informasi, berita, gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau
sekelompok orang kepada orang lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik
radio, jurnalistik televisi, jurnalistik pers. Dalam pengertian sempit, pers
hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang melewati proses percetakan,
seperti surat kabar harian, majalah mingguan, majalah tengah bulanan dan
sebagainya yang dikenal sebagai media cetak.[1]
Pers mempunyai dua sisi
kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi yang tertua di dunia,
dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi sosial merupakan
bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur yang asing dan
terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya.
Pers adalah kegiatan yang
berhubungan dengan media dan masyarkat luas. Kegiatan tersebut mengacu pada
kegiatan jurnalistik yang sifatnya mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah
materi, dan menerbitkanya berdasarkan sumber-sumber yang terpercaya dan valid.[2]
B.
PENGERTIAN PANCASILA
Kedudukan dan fungsi
Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam
kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan
sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai
macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu
untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun
peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :
Pancasila berasal dari
bahasa Sansekerta dari India, menurut
Muhammad Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti
secara leksikal, yaitu : Panca artinya lima, Syila artinya batu sendi, alas,
dasar. Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.
Secara etimologis kata
Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah
dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam
kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk
mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban
moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila,
Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral
principle) yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina,
berdusta dan larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama
Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga ajaran
Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku
syair pujian Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja
menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila). Setelah Majapahit runtuh
dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha (Pancasila)
masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni
(membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu),
main (berjudi).[3]
C.
FUNGSI DAN PERANAN PERS DI INDONESIA
Fungsi dan peranan pers
Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, fungi pers
ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial .
Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan peranan
sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan,
kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan fungsi dan
peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai pilar keempat
demokrasi( the fourth estate) setelah lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial dan efektif.
Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secra optimal apabila terdapat
jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers, jakob oetama ,
kebebsan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal dapat melakukan
pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut dapat dijalankan
apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah orde baru di
Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi kebebasan pers . ha l
ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri Penerangan No. 1 tahun 1984
tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP), yang dalam praktiknya ternyata
menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi redaksional pers dan pembredelan.
Albert Camus, novelis
terkenal dari Perancis pernah mengatakan bahwa pers bebas dapat baik dan dapat
buruk, namun tanpa pers bebas yang ada hanya celaka. Oleh karena salah satu
fungsinya ialah melakukan kontrol sosial itulah, pers melakukan kritik dan
koreksi terhadap segal sesuatu yang menrutnya tidak beres dalam segala
persoalan. Karena itu, ada anggapan bahwa pers lebih suka memberitakan hah-hal
yang salah dari pada yang benar. Pandangan seperti itu sesungguhnya melihat
peran dan fungsi pers tidak secara komprehensif, melainkan parsial dan
ketinggalan jaman. Karena kenyataannya, pers sekarang juga memberitakan
keberhasilan seseorang, lembaga pemerintahan atau perusahaan yang meraih
kesuksesan serta perjuangan mereka untuk tetap hidup di tengah berbagai
kesulitan.[4]
Selain diatas ada juga
fungsi-fungsi menurut UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, disebutkan dalam pasal
3 fungsi pers adalah sebagai berikut :
1. Sebagai
Media Informasi, ialah perrs itu memberi dan menyediakan
informasi tentang peristiwa yang terjadi kepada masyarakat, dan
masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi.
2. Fungsi
Pendidikan, ialah pers itu sebagi sarana pendidikan massa (mass
Education), pers memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan sehingga
masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
3. Fungsi
Menghibur, ialah pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan
untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang
berbobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar,
teka-teki silang, pojok, dan karikatur.
4. Fungsi
Kontrol Sosial, terkandung makna demokratis yang didalamnya
terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
1)
Social particiption yaitu keikutsertaan
rakyat dalam pemerintahan.
2)
Social responsibility yaitu
pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyat.
3)
Social support yaitu dukungan rakyat terhadap
pemerintah.
4)
Social Control yaitu kontrol masyarakat
terhadap tindakan-tindakan pemerintah.
5. Sebagai
Lembaga Ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusahaan yang
bergerak dibidang pers dapat memamfaatkan keadaan disekiktarnya sebagai nilai
jual sehingga pers sebagai lembaga sosial dapat memperoleh keuntungan maksimal
dari hasil prodduksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.[5]
D.
TEORI PERS PANCASILA
Negara sebagai sebuah kesatuan wilayah, sebuah kesatuan
politik yang memiliki otonomi untuk mengatur kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara warga negaranya dapat dikatakan sebagai sebuah sistem
makro yang mencakup beragam sistem-sistem lain didalamnya. Sudah sebuah
kewajiban mutlak bagi sebuah negara untuk mampu melindungi, mengatur, dan
menjaga kelangsungan sistem-sistem lainnya yang berada dibawah ruang
lingkupnya. Tentunya agar dapat berputar secara seirama. Hal ini dalam
kaitannya dengan sebuah peran negara sebagai pengayom tidak terlepas didalamnya
ketika suatu negara harus mampu menjamin kebebasan bagi warga negaranya untuk
berekspresi dan berpendapat, sejalan dengan semangat pembaharuan, kebebasan,
dan demokrasi yang kerap didengngkan selama ini.
Pers sebagai sebuah keran untuk menyalurkan, untuk
mewujudkan kebebasan itu sudah pasti tentunya harus mendapatkan porsi jaminan
yang besar. Dalam mewujudkannya setiap negara pastilah memiliki latar belakang
dan cita-cita yang berbeda, ini pulalah yang setidaknya berdampak pada diferensiasi
pedoman dan aktualisasi peran negara dalam menjamin terus berjalannya sistem –
pers yang dipergunakan. Untuk hal yang satu ini Indonesia terbilang berbeda
dibandingkan dengan negara-negara lainnya yang cenderung mengikuti teori-teori
para ahli terkemuka. Indonesia “sekali lagi” mempergunakan nama Pancasila untuk
mendefinisikan sistem pers yang dianutnya. Seolah terlihat begitu sakral begitu
nama Pancasila dilekatkan. Tetapi benarkah sedemikian hebat nama Pancasila yang
digunakan sebagai sistem pers kita.
Hingga kini perdebatan mengenai definisi konsep dari
sistem pers Pancasila masih saja terjadi, dan belum mencapai satu kesespakatan
pasti. Namun menurut Bappenas sistem pers Pancasila, yaitu pers yang sehat,
bebas dan bertanggung jawab serta lebih meningkatkan interaksi positif serta
mengembangkan suasana saling percaya antara pers, Pemerintah, dan
golongan-golongan dalam masyarakat untuk mewujudkan suatu tata informasi di
dalam kondisi masyarakat yang terbuka dan demokratis. Sepertinya memang sebuah
pendefinisian yang bertujuan cukup mapan.
Perlu diingat bahwa Pancasila sebagai dasar negara kita
sudah terlalu banyak masuk diberbagai sistem dan roda-roda kehidupan. Pancasila
jika kita telah pernah menjadi sesuatu yang sangat diagungkan, bahkan segala
yang sedikit saja berseberangan harus rela angkat kaki. Ini pula yang saya
anggap justru sedikit menakutkan ketika sistem pers kita menggunakan Pancasila
sebagai acuannya. Tidak salah memang jika sebagai sebuah bentuk visi membangun
bersama. Namun yang patut kita waspadai bersama, sepertinya ini adalah bentuk
lain dari sebuah sistem authoritarian belaka. Bagaimana mungkin pers punya
kebebasan jika selama ini hidup kita saja terasa selalu “terkungkung”oleh
Pancasila. Sepertinya yang ada justru hal tersebut sebagai bentuk usaha
mengemudikan pers kita ke arah tertentu dan mengabaikan arah lainnya. Lantas
dimanakah kebebasan itu? Lantas bisakah kita berharap banyak padanya?
Indonesia saat ini resminya menganut sistem pers yang
bebas dan bertanggung jawab. Konsep ini mengacu ke teori "pers tanggung jawab
sosial." Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di
dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggung jawab
pada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam
masyarakat modern. Namun dalam prakteknya, pers harus bertanggung jawab pada
pemerintah.
Kebebasan Pers Indonesia baru didapatkan pada era B.J
Habibie, setelah 32 tahun pers Indonesia terkungkung oleh aturan yang
dikeluarkan pemerintah orde baru, pergerakan pers amat sangat terbatas pada
saat itu. Pers Indonesia yang dikenal dengan nama “Pers Pancasila”. Sidang
Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984) merumuskan Pers Pancasila sebagai berikut:
"Pers Indonesia adalah Pers Pancasila dalam arti pers yang orientasi,
sikap dan tingkah lakunya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945." Hakekat Pers Pancasila adalah pers yang sehat,
yakni pers yang bebas dan bertanggungjawab dalam menjalankan fungsinya sebagai
penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan
kontrol sosial yang konstruktif.
Jika dilihat dari pengertian Pers Pancasila seharusnya
pers kita pada saat ini sudah berjalan sesuai fungsinya (seperti sudah
disebutkan diatas). Tapi yang terjadi saat ini adalah masih adanya ketakutan
pers akan pemerintah, misalkan sulit dibayangkan pers Indonesia secara lugas
dan terbuka bisa memuat isu tuduhan korupsi/kolusi/monopoli terhadap Presiden
atau keluarganya. Pada hal di negara demokratis Presiden bukanlah jabatan suci
yang tak bisa tersentuh (orang yang hanya menyindir saja sudah di ancam
somasi).
Berdasar hal tersebut, perlu kiranya dikaji kembali apakah
hakikat Pers Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai dalam Pancasila?
Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan berangkat dari hakikat manusia. Mengapa
manusia, karena pelaku pers adalah manusia dan keberadaan pers tidak lain
ditujukan untuk manusia. Notonagoro memaparkan hakikat manusia sebagai berikut:
a)
Susunan Kodrat yang terbagi menjadi :
Raga (anorganik, vegetative, animal)
Jiwa (akal, rasa, kehendak)
b)
Sifat Kodrat
1. Individual
2. Sosial
c) Kedudukan
Kodrat
1. Pribadi
Mandiri
2. Makhluk
Tuhan
Pers pancasila harus meletakkan kepentingan individu
maupun masyarakat sebagai sosialitas yang lebih luas, secara seimbang an adil.
Dengan demikian pemberitaan mengenai sesuatu hal, hendaknya dilakukan secara
seimbang. Misalnya terdapat sebuah kasus mengenai seorang pejabat yang
mempunyai penerbitan surat kabar tertentu, dan menjadi angota sebuah parpol
tertentu.ketika parpol tersebut terlibat kasus money politics, maka hendaknya
kasus tersebut diberitakan secara terbuka dalam surat kabar yang dimiliki
pejabat tersebut. Nilai keadilan umum, tetap harus diutamakan dalam sebuah
pemberitaaan media massa.
Sementara itu, manusia sebagai pelaku subjek pers,
seringkali melakukan kesalahan orientasi sikap dan tindakan, ketika berhubungan
dengan manusia lain. Fenomena yang berkembang adalah sikap menuhankan manusia
lain, dengan ketaatan yang demikian besar. Misalnya ketaatan yang demikian
besar yang dimiliki seorang wartawan kepada pemilik saham ia tempat bekerja,
sehingga menghilangkan nilai-nilai kebenaran yang seharusnya disampaikan kepada
khalayak. Kemungkinan lain yaitu terdapatnya manusia yang justru memanfaatkan
manusai lain demi hal-hal yang sifatnya material. Hal tersebut juga jelas
bertentangan dengan hakiakt kodrat manusia serta hakikat hubungan manusai
dengan realitas.
Prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan
masyarakat yang termuat dalam Pers pancasila yang sesungguhnya telah ada sejak
masa orde baru, namun tidak pernah dilaksanakan secara nyata dalam kehidupan
pers di Indonesia. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
- Diterapkan mekanisme kerja yang menjalin hubungan timbale balik antara pers, pemerintah dan masyarakat.
- Dinamika dikembangkan bukan dari pertentangan menurut paham, melainkan atas paham hidup menghidupi, saling membantu dan bukan saling mematikan.
- Perludikembangkan kultur politik dan mekanisme yang memungkinkan berfungsinya sistemkontrol social dan kritik yang konstruktif secara efektif. Namun demikian control social itu pun substansinya serta caranya tetaptidak terlepas dari asas keselarasan dan keseimbangan serta ketertiban untuk saling hidup menghidupi bukan saling mematikan dalam control yang dilakukan tetap berpijak pada nilai-nilai dalam system Pers Pancasila, termasuk bebas dan bertanggung jawab.
Mengamati
dengan cermat prinsip-prinsip interaksi positif antara pemerintah, pers dan
masyarakat seperti tertuang dalam rumusan pers pancasila tersebut, dapat
dikatakan bahwa pers pancasila masih sangat relevan untuk dikembangkan dan
dijadikan tolok ukur bagi keberadaan pers di Indonesia. Hal ini terutama jika
ditilik dari landasan filosofis yang melatarbelakangi keberadaan
prinsip-prinsip tersebut.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Setelah tersusunnya
makalah ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa pers terjadi menjadi dua pengertian.
Pertama, pengertian pers luas. Dalam
pengertian luas, pers mencakup semua media komunikasi massa, seperti radio,
televisi, dan film yang berfungsi memancarkan/ menyebarkan informasi, berita,
gagasan, pikiran, atau perasaan seseorang atau sekelompok orang kepada orang
lain. Maka dikenal adanya istilah jurnalistik radio, jurnalistik televisi,
jurnalistik pers. Kedua, dalam
pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang
melewati proses percetakan, seperti surat kabar harian, majalah mingguan,
majalah tengah bulanan dan sebagainya yang dikenal sebagai media cetak. Juga Pers
mempunyai dua sisi kedudukan, yaitu: pertama ia merupakan medium komunikasi
yang tertua di dunia, dan kedua, pers sebagai lembaga masyarakat atau institusi
sosial merupakan bagian integral dari masyarakat, dan bukan merupakan unsur
yang asing dan terpisah daripadanya. Dan sebagai lembaga masyarakat ia
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga- lembaga masyarakat lainnya. Kemudian
Pancasila itu sendiri Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah
Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur,
yang mana unsur yang terkandung dalam sila-sila pancasila sampai saat ini. Pers
Pancasila bias kami artikan sebagai media komunikasi secara tertulis maupun
secara elektronik yang berasaskan pancasila.
B.
SARAN
Penulis berharap makalah
ini dapat dijadikan leteratur pengetahuan yang berguna. tidak lupa pula saran
dan kritik penulis mengharapkan itu semua untuk dijadikan bahan masukan dalam
pembuatan makalah selanjutnya.
[1]
http://duniabaca.com/sejarah-pers-pengertian-pers-fungsi-dan-peranan-pers-di-indonesia.html
[2]
http://duniabaca.com/sejarah-pers-pengertian-pers-fungsi-dan-peranan-pers-di-indonesia.html
[5]
http://halil-materipkn.blogspot.com/2009/09/bab-3-peranan-pers.html
[6]
http://shivafauziah.blogspot.com/2010/10/menggagas-kembali-teori-pers-pancasila.html
0 komentar:
Posting Komentar