Jumat, 02 November 2012

PARAMETER KEBERHASILAN SEORANG PEMIMPIN DALAM BEKERJA



MAKALAH
PARAMETER KEBERHASILAN SEORANG
 PEMIMPIN DALAM BEKERJA
Dosen pembimbing : Bustanuddin Arif, M.Pd.I


Disusun Oleh :
1.      Arjamudin
2.      Maya Sasmita
3.      Rinawati

JURUSAN PUBLIC RELATION FAKULTAS USHULUDDIN
IAIN SULTHAN TAHA SAIFUDDIN JAMBI
2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, saya bisa menyusun dan menyajikan makalah yang berisi tentang Parameter Keberhasilan Seorang Pemimpin dalam Berkerja salah satu tugas kuliah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bustanuddin Arif, M.Pd.I selaku dosen mata kuliah Leadership yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis dalam proses penyusunan makalah ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
            Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.
            Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.


Jambi, 14 Mei 2012



Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
            Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja pegawai. Penilaian kinerja dikatakan penting mengingat melalui penilaian kinerja dapat diketahui seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.
Namun demikian, sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat. Ketidak tepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.

1.2.      Perumusan Masalah
            Dalam menyusun makalah ini, penulis merumuskan beberapa masalah yang berkaitan dengan :

  1. Pengertian kinerja
  2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
  3. Penilaian kerja
  4. Karaktristik/kreteria sistem pengaukuran kerja


1.3.      Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu sebagi berikut :
  1. Untuk menambah ilmu dan pengetahuan mengenai masalah yang diangkat dalam makalah.
  2. Untuk memberikan kedisiplinan dan tanggung jawab dalam pembuatan makalah.

1.4.      Metode Penulisan
            Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan metode literatur yaitu dengan mengkaji buku sebagai acuan yang sesuai dengan pembahasan dan browsing data di internet.

1.5.      Sistematika Penulisan
            Sistematika penulisan dalam penyusunan makalah ini, yaitu sebagai berikut :
BAB I      PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, meteode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II    PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas mengenai definisi Kinerja, Faktor yang mempengaruhi kinerja, Penilaian kinerja, serta karaktristik/kreteria sistem pengukuran kinerja.
BAB III   PENUTUP
                 Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran.                     






BAB II
 PEMBAHASAN
1.        Pengertian Kinerja
Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan, sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Agar terdapat kejelasan mengenai kinerja, akan disampaikan beberapa pengertian mengenai kinerja.
Menurut Bernardin and Russel (1998: 239), kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut: "Kinerja didefinisikan sebagai catatan hasil diproduksi pada fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu" Berdasarkan pendapat Bernardin and Russel, kinerja cenderung dilihat sebagai hasil dari suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu.
Sementara itu menurut Mohrman et al (Williams, 2002: 94) sebagai berikut: "Kinerja terdiri dari pemain yang terlibat dalam perilaku dalam suatu situasi untuk mencapai hasil".Dari kedua pendapat ini, terlihat bahwa kinerja dilihat sebagai suatu proses bagaimana sesuatu dilakukan. Jadi, pengukuran kinerja dilihat dari baik-tidaknya aktivitas tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Brumbrach, selain menekankan hasil, juga menambahkan perilaku sebagai bagian dari kinerja. Menurut Brumbach, perilaku penting karena akan berpengaruh terhadap hasil kerja seorang pegawai.
Dari beberapa pendapat tersebut, kinerja dapat dipandang dari perspektif hasil, proses, atau perilaku yang mengarah pada pencapaian tujuan. Oleh karena itu, tugas dalam konteks penilaian kinerja, tugas pertama pimpinan organisasi adalah menentukan perspektif kinerja yang mana yang akan digunakan dalam memaknai kinerja dalam organisasi yang dipimpinnya.
2.        Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Kinerja tidak terjadi dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Armstrong (1998: 16-17) adalah sebagai berikut:
  1. Faktor individu (personal factors). Faktor individu berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll.
  2. Faktor kepemimpinan (leadership factors). Faktor kepemimpinan berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.
  3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors). Faktor kelompok/rekan kerja berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan kerja.
  4. Faktor sistem (system factors). Faktor sistem berkaitan dengan sistem/metode kerja yang ada dan fasilitas yang disediakan oleh organisasi.
  5. Faktor situasi (contextual/situational factors). Faktor situasi berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan, baik lingkungan internal maupun eksternal.
Dari uraian yang disampaikan oleh Armstrong, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang pegawai. Faktor-faktor ini perlu mendapat perhatian serius dari pimpinan organisasi jika pegawai diharapkan dapat memberikan kontribusi yang optimal.
3.        Penilaian Kinerja
Setiap organisasi pada dasarnya telah mengidentifikasi bahwa perencanaan prestasi dan terciptanya suatu prestasi organisasi mempunyai kaitan yang sangat erat dengan prestasi individual para pegawai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa prestasi kerja organisasi merupakan hasil dari kerjasama antara pegawai yang bersangkutan dengan organisasi dimana pegawai tersebut bekerja. Untuk mencapai prestasi kerja yang diinginkan, maka tujuan yang diinginkan, standar kerja yang dinginkan, sumber daya pendukung, pengarahan, dan dukungan dari manajer lini pegawai yang bersangkutan menjadi sangat vital. Selain itu sisi motivasi menjadi aspek yang terlibat dalam peningkatan prestasi kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Torington dan Hall (1995: 316) yang menyatakan bahwa “Prestasi kerja dilihat sebagai hasil interaksi antara kemampuan individual dan motivasi”.
Mondy & Noe (1990: 382) mendefinisikan penilaian prestasi kerja sebagai: “Suatu sistem yang bersifat formal yang dilakukan secara periodik untuk mereview dan mengevaluasi kinerja pegawai”. Sedangkan Irawan (1997: 188) berpendapat bahwa penilaian prestasi kerja adalah ”Suatu cara dalam melakukan evaluasi terhadap prestasi kerja pegawai dengan serangkaian tolok ukur tertentu yang obyektif dan berkaitan langsung dengan tugas seseorang serta dilakukan secara berkala”. Sementara itu Levinson seperti dikutip oleh Marwansyah dan Mukaram (1999: 103) mengatakan bahwa “Penilaian unjuk kerja adalah uraian sistematik tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok”. Adapun sasaran proses penilaian dikemukakan oleh Alewine (1992: 244) sebagai berikut: ”Sasaran proses penilaian prestasi kerja adalah untuk membuat karyawan memandang diri mereka sendiri seperti apa adanya, mengenali kebutuhan perbaikan kinerja kerja, dan untuk berperan serta dalam membuat rencana perbaikan kinerja”. Sedangkan tujuan umum penilaian kinerja adalah mengevaluasi dan memberikan umpan balik konstruktif kepada para pegawai yang pada akhirnya mencapai efektivitas organisasi.
Sementara itu, menurut Cummings dan Schwab (1973: 4), penilaian kinerja pegawai pada umumnya memiliki dua fungsi sebagai berikut:
  1. Fungsi summative atau evaluative. Fungsi ini biasanya berhubungan dengan rencana pengambilan keputusan yang bersifat administratif. Sebagai contoh, hasil dari penilaian ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan gaji pegawai yang dinilai, memberikan penghargaan atau hukuman, promosi, dan mutasi pegawai. Dalam fungsi ini manajer berperan sebagai hakim yang siap memberikan vonis.
  2. Fungsi formative. Fungsi formative berkaitan dengan rencana untuk meningkatkan keterampilan pegawai dan memfasilitasi keinginan pegawai untuk meningkatkan kemampuan mereka. Salah satu maksudnya adalah untuk mengidentifikasi pelatihan yang dibutuhkan pegawai. Manajer berperan sebagai konsultan yang siap untuk memberikan pengarahan dan pembinaan untuk kemajuan pegawai.
Sedangkan Stewart dan Stewart (1977: 5) menyatakan bahwa penilaian kinerja pegawai dimaksudkan untuk:
  1. Memberikan feedback bagi pegawai. Agar efektif, maka masukan yang diberikan kepada pegawai harus jelas (tepat sasaran), deskriptif (menggambarkan contoh-contoh pekerjaan yang benar), objektif (memberikan masukan yang positif dan negatif), dan konstruktif (memberikan saran perbaikan).
  2. Management by Objective. Manajer menentukan target dan tujuan yang harus dicapai oleh setiap bawahan. Target dan tujuan tersebut harus disetujui oleh kedua belah pihak, dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan pada hal-hal yang sudah disetujui bersama.
  3. Salary review. Hasil dari penilaian digunakan untuk menentukan apakah seseorang akan mendapatkan kenaikan atau penurunan gaji.
  4. Career counselling. Dalam pelaksanaan penilaian, manajer mempunyai kesempatan untuk melihat kemungkinan perjalanan karier pegawai, salah satunya bisa melalui pengiriman pegawai kedalam program diklat.
  5. Succession planning. Penilaian pegawai dapat membantu manajer dalam membuat daftar pegawai yang memiliki keterampilan dan kemampuan tertentu, sehingga jika ada posisi yang kosong, manajer bisa dengan cepat menunjuk seseorang.
  6. Mempertahankan keadilan. Adalah suatu hal yang wajar jika seseorang lebih menyukai seseorang dibanding orang lain. Penilaian pegawai dapat mengurangi terjadinya hal tersebut misalnya dengan melibatkan atasan                                                                                                       dari atasan langsung kita untuk ikut secara acak dalam proses penilaian.
  7. Penggantian pemimpin. Sistem penilaian pegawai dapat mengurangi beban pekerjaan manajer baru yang tidak tahu menahu kondisi dan kompetensi pegawainya. Data yang ada dalam dokumen penilaian dapat digunakan sebagai informasi yang penting untuk mengetahui kompetensi dan mengenal bawahan lebih cepat dan mungkin akurat.
Dari uraian sebelumnya, terlihat bahwa penilian kinerja memberikan banyak tujuan. Tujuan penilian kinerja ini pada akhirnya akan memberikan manfaat, tidak hanya untuk pegawai yang bersangkutan, akan tetapi juga untuk organisasi. Perlu diingat bahwa penilaian kinerja tidak dimaksudkan untuk memberikan hukuman jika pegawai tidak dapat memenuhi capaian kinerja yang ditentukan.
Oleh karena itu, salah satu aspek penting dalam penilaian kinerja adalah adanya apresiasi yang proporsional dan program pengembangan SDM yang tepat. Apresiasi diberikan kepada prg yang mampi mencapai atau melebihi tingkat kinerja yang diharapkan. Sedangkan program pengembangan pegawai diberikan kepada pegawai yang memerlkukan treatment tertentu untuk meningkatkan kinerjanya.
4.        Karakteristik/Kriteria Sistem Pengukuran Kinerja
Pada dasarnya, belum ada kesepakatan diantara para ahli mengenai karakteristik pengukuran kinerja. Namun, sebagai pembanding, akan disajikan karakteristik menurut beberapa penulis.
Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
  1. Relevan (relevance). Relevan mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar untuk pelerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dan (2) terdapat keterkaitan yang jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisis jabatan dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalam form penilaian.
  2. Sensitivitas (sensitivity). Sensitivitas berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam membedakan pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.
  3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam menilai seorang pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.
  4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya.
  5. Praktis (practicality). Praktis berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati mudah dimenegerti oleh pihak-pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:
  1. Mempunyai Keterkaitan yang Strategis (strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukuran kinerjanya menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi. Sebagai contoh, jika organisasi tersebut menekankan pada pentingnya pelayanan pada pelanggan, maka pengukuran kinerja yang digunakan harus mampu menilai seberapa jauh pegawai melakukan pelayanan terhadap pelanggannya.
  2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kinerja dikatakan valid apabila hanya mengukur dan menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.
  3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja yang digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai. Jika nilai dari kedua penilai tersebut relatif sama, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
  4. Akseptabilitas (acceptability). Akseptabilitas berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima oleh pihak-pihak yang menggunakannya. Hal ini menjadi suatu perhatian serius mengingat sekalipun suatu pengukuran kinerja valid dan reliabel, akan tetapi cukup banyak menghabiskan waktu si penilai, sehingga si penilai tidak nyaman menggunakannya.
  5. Spesifisitas (specificity). Spesifisitas adalah batasan-batasan dimana pengukuran kinerja yang diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang diharapkan dari mereka dan bagaimana cara untuk mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan erat dengan tujuan strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja.
Dari pendapat Cascio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus didisain sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Cascio dan Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat jenis dan fungsi pegawai dalam suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang berbeda.





BAB III
PENUTUP
Penilaian kinerja merupakan salah satu aspek penting dalam pengelolaan pegawai dalam suatu organisasi. Pemahaman mengenai kinerja yang diharapkan menjadi starting point dalam penilaian kinerja. Seluruh pegawai harus memahami konsep kinerja yang diterapkan dan memahami apa yang diharapkan dari mereka.
Kemudian, seutuh pihak yang terkait dengan penilaian kinerja harus memahami aspek-aspek yang akan dijadikan penilaian kinerja. Melalui pemahaman ini, kesalah pahaman mengenai penilaian kinerja dapat diminimalisir.
Instrumen penilaian kinerja yang valid dan reliabel merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Melalui instrumen ini, akan dapat terdeteksi, pegawai yang mempunyai kinerja sesuai dengan yang diharapkan dan pegawai yang belum mampu mencapai kinerja yang diharapkan. Kepentingan adanya instrumen yang valid dan reliabel akan sangat terasa manakala hasil penilaian dikaitkan dengan apresiasi dan program pengembangan pegawai.
Selain hal-hal tersebut, hal terpenting dalam proses penilaian kinerja adalah kepedulian pimpinan organisasi terhadap perlunya penilaian kinerja. Pimpinan organisasi yang mempunyai komitmen tinggi terhadap penilaian kinerja akan selalu berusaha mencari cara-cara terbaik dan tepat dalam melakukan penilaian kinerja serta melaksanakannya secara konsisten.


DAFTAR PUSTAKA

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright 2008 All Rights Reserved Revolution Two Church theme by Brian Gardner Converted into Blogger Template by Bloganol dot com